Kabid Infokom

Minggu, 11 Maret 2018

MAKNA DAN KEUTAMAAN UKHUWAH ISLAMIYAH*

Makna


Selama ini, masyarakat seringkali memaknai ukhuwah Islamiyah sebagai persaudaraan terhadap sesama orang Islam. Mestinya tidak demikian. Ukhuwah Islamiyah (Islamic brotherhood) berbeda dengan ukhuwah baynal-muslimin atau al-Ikhwanul-Muslimun (moslem brotherhood).

Makna persaudaraan antara sesama orang Islam itu bukan ukhuwah Islamiyah, tetapi ukhuwah baynal-muslimin / al-Ikhwanul-Muslimun (Moslem Brotherhood). Jika dikaji dari segi nahwu, ukhuwah Islamiyah adalah dua kata yang berjenis mawshuf atau kata yang disifati (ukhuwah) dan shifat atau kata yang mensifati (Islamiyah). Sehingga, ukhuwah Islamiyah seharusnya dimaknai sebagai persaudaraan yang berdasarkan dengan nilai-nilai Islam. Sedangkan persaudaraan antar sesama umat Islam dinamakan dengan ukhuwah diniyyah.

Dari pemaknaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa ukhuwah diniyyah (persaudaraan terhadap sesama orang Islam), ukhuwah wathâniyyah (persaudaraan berdasarkan rasa kebangsaan), dan ukhuwah basyâriyyah (persaudaraan berdasarkan sesama makhluk Tuhan) memiliki peluang yang sama untuk menjadi Ukhuwah Islamiyah. Ukhuwah Islamiyah tidak sekedar persaudaraan dengan sesama orang Islam saja, tetapi juga persaudaraan dengan setiap manusia meskipun berbeda keyakinan dan agama, asalkan dilandasi dengan nilai-nilai keislaman, seperti saling mengingatkan, saling menghormati, dan saling menghargai.

Ukhuwah merupakan satu konsepsi Islam yang menyatakan bahwa setiap Muslim dengan Muslim lain hakikatnya ialah bersaudara. Banyak ayat Al-Qur’an maupun hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam yang menjadi landasan konsep ini. Bahkan dalam beberapa keterangan kerap sekali kata “ukhuwah” atau turunannya digandengkan dengan kata “iman”, “Islam” atau “mukmin”.

Hal ini mengindikasikan bahwa ukhuwah merupakan salah satu parameter utama keimanan dan keislaman seseorang.

Ukhuwah merupakan salah satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasulullah , yakni pertama, kekuatan iman dan aqidah. Kedua, kekuatan ukhuwah dan ikatan hati. Ketiga, kekuatan kepemimpinan dan senjata.

Dengan tiga kekuatan ini, Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam. membangun masyarakat ideal, memperluas Islam, mengangkat tinggi bendera tauhid, dan mengeksiskan umat Islam di muka dunia kurang dari setengah abad.

Buku-buku sejarah menceritakan kepada kita bahwa kaum Anshar sangat bahagia menerima tamu Muhajirin, hingga mereka berlomba-lomba untuk dapat menerima setiap sahabat Muhajirin yang sampai di Yatsrib (Madinah). Karena para Anshar saling bersaing dan berlomba untuk dapat menerima sahabat Muhajirin hingga mereka harus diundi untuk menentukan siapa yang menang dan dapat giliran menerima tamu Muhajirin. Ini sungguh terjadi hingga disebutkan bahwa tidaklah seorang Muhajirin bertamu ke Anshar kecuali dengan undian.

Mungkin kita akan berdecak kagum dengan sikap unik para sahabat Anshar ini yang kita tidak mampu berbuat seperti mereka, mungkin kita juga bertanya apa yang membuat mereka bisa sampai seperti itu, tindakan mereka di luar batas kemampuan manusia?

Al-Quran telah menjawab pertanyaan-pertanyaan kagum kita, Al-Quran telah menjelaskan rahasia yang mendorong para Anshar melakukan itsar luar biasa walaupun keadaan mereka yang sangat fakir dan juga sangat membutuhkan. Allah SWT berfirman memuji mereka:

والذين تبوءوا الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم ولايجدون في صدورهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة
 (الحشر: 9)

“Dan orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan menempati keimanan (beriman) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr: 9)

Ukhuwah, taakhi, cinta, dan itsar sejatinya syarat kebangkitan dan kemenangan, itulah strategi pertama yang ditempuh oleh Rasullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam dengan mempersaudarakan sahabat Anshar dan Muhajirin dan membangun masjid tempat membina persaudaraan dan persatuan kaum Muslimin.

Risalah ini juga dilanjutkan Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam membangun komunitas dan gerakan yang kuat, menjadikan persatuan sebagai senjata, dan taaruf saling mengenal sebagai asas dakwah.

Ukhuwah tak bisa dibeli dengan apa pun. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara ikatan hati dan hati serta karakteristik istimewa dari seorang mukmin yang shaliih. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

“المؤمن إلف مألوف، ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف”

“Seorang mukmin itu hidup rukun. Tak ada kebaikan bagi yang tidak hidup rukun dan harmonis.”

Ukhuwah juga membangun umat yang kokoh. Ia adalah bangunan maknawi yang mampu menyatukan masyarakat mana pun. Ia lebih kuat dari bangunan materi, yang suatu saat bisa saja hancur diterpa badai atau ditelan masa. Sedangkan bangunan ukhuwah Islamiyah akat tetap kokoh. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

“المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا”

“Mukmin satu sama lainnya bagaikan bangunan yang sebagiannya mengokohkan bagian lainnya.” (HR. Bukhari)

Halim Mahmud menuliskan dalam bukunya yang berjudul Fiqh Al-Ukhuwah fi Al-Islami, “Orang-orang yang berukhuwah dalam Islam harus saling mengokohkan kekuatan satu sama lain dalam skala dunia Islam dengan melakukan perencanaan, koordinasi, dan segala persiapan yang mesti dilakukan. Kemenangan itu tidak lain hanyalah dari sisi Allah. Dia akan menolong dan memenangkan siapa saja yang di kehendaki-Nya. Dia Maha Perkasa lagi Penyayang.”

Implementasi Ukhuwah Islamiyah


Revitalisasi makna ukhuwah Islamiyah tersebut merupakan sebuah pencerahan terutama ketika jaman ini sudah didominasi oleh sikap radikal dan agresif meski itu dalam bidang agama dan keyakinan. Peristiwa saling menyerang dan merugikan dalam internal agama meski berbeda paham sudah sangat sering dijumpai di negeri ini, negeri yang katanya paling religius dan memiliki norma paling halus di antara negeri lain.

Hanya karena berbeda penafsiran dari ayat Al Qur’an dan Hadits, tak jarang suatu kelompok menjelek-jelekkan kelompok lain, bahkan sampai keluar kata “kafir dan sesat”. Tidak hanya sampai itu, kebencian terhadap kelompok lain yang sejatinya masih seagama itu juga disebarkan ke kalangan awam. Terlebih lagi kebencian terhadap kalangan agama lain, yang seringkali disertai argumentasi yang berasal dari fantasi sendiri sehingga menjadi bumbu penyedap yang pada akhirnya virus kebencian tersebut benar-benar menyebar.

Indonesia, 90% lebih penduduknya beragama Islam. Kondisi ini membuat Indonesia menajdi negara yang penduduk Islamnya terbanyak sedunia. Di dalam agama Islam itu sendiri, tidak dapat dipungkiri dan sudah menjadi sunnatulah, bahwa terdapat bermacam penafsiran terhadap teks Al Qur’an dan Hadits sebagai sumber hukum Islam. Pada akhirnya muncul berbagai paham dan madzhab dalam Islam. Hal ini pun sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad SAW bahwa Islam akan terpecah menjadi 73 golongan (Sunan al-Tirmîdzî [2565]).

Kondisi yang mustahil untuk dihindari ini mestinya disikapi dengan bijak, terlebih lagi Islam adalah agama yang tidak hanya sekedar membuat pengikutnya selamat di akhirat, tetapi juga di dunia. Islam berasal dari kata “salimu” yang artinya selamat, bahkan Nabi Muhammad SAW mempertegas orang tidak dikatakan beragama Islam jika orang yang berada di sekitarnya belum selamat dari mulut, tangan, dan sikapnya. Pemaknaan ini yang juga mempertegas bahwa Islam adalah rahmat untuk seluruh alam.

Revitalisasi makna Ukhuwah Islamiyah tersebut seharusnya menjadi spirit baru dalam kehidupan beragama, sehingga agama menjadi sebuah institusi yang menyejukkan, bukan institusi yang menebar virus kebencian. Di satu sisi, keteguhan dalam memegang prinsip dan tafsir yang diyakini adalah penting, tetapi di sisi lain, keteguhan tersebut tidak menjadi kebenaran ketika disertai dengan sikap memaksa, mengkafirkan, menyesatkan, dan menyebarkan kebencian. Pada taraf inilah, ukhuwah (persaudaraan) dengan orang Islam tidak menjadi ukhuwah Islamiyah, ketika disertai dengan sikap saling merugikan dan mendhalimi. Tetapi, ketika persaudaraan dengan orang lain meskipun berbeda keyakinan, pada saat itu juga persaudaraan itu menjadi ukhuwah Islamiyah.

Implementasi dari ukhuwah Islamiyah ini memang harus benar-benar ditegakkan. Ditegakkan bukan hanya sekedar simbol dan semboyan. Tetapi juga harus berusaha diinternalisasikan kepada seluruh orang Islam. Seringkali penulis masih menemui kondisi yang tidak mencerminkan ukhuwah Islamiyah meskipun sesama orang Islam sendiri. Padahal, seluruh pimpinan ormas-ormas Islam di Indonesia mencontohkan kerukunan dan persaudaraan yang tinggi, misalkan antara para petinggi di PERTI, PBNU dan PP Muhammadiyah. Pada taraf ini, persaudaraan sudah terjalin dengan baik.

Namun, satu hal yang tertinggal, bahwa internalisasi nilai ukhuwah Islamiyah tersebut juga harus sampai pada tingkat “akar rumput”, misalkan tingkat desa. Hal yang seringkali terjadi adalah pada tingkat atas sudah dapat mengimplementasikan ukhuwah Islamiyah dengan baik sedangkan pada tingka “akar rumput” belum mampu melaksanakannya. Kondisi ini harus menjadi perhatian khusus.

Selain itu, bagaimana ukhuwah Islamiyah ini bisa terimplementasikan dengan baik tidak hanya sekedar ketika bertemu dengan orang yang berlainan pemahaman, tetapi juga ketika tidak bertemu sekalipun. Masih banyak majelis-majelis yang membicarakan kejelekan saudara Islam dan menjatuhkannya meski hanya persoalan perbedaan pemahaman. Ini menjadi PR besar untuk semua umat Islam di Indonesia.

Pada konteks eksternal, ukhuwah Islamiyah inter keyakinan dan agama ini juga masih harus ditingkatkan demi kemaslahatan. Sikap saling menghargai dan menghormati baik itu ketika berada “di depan” maupun ketika berada “di belakang” harus lebih ditingkatkan dengan memahamkan masyarakat bahwa berbeda itu bukan berarti lawan, karena semua manusia adalah makhluk Tuhan yang memiliki hak asasi dalam beragama. Sikap ukhuwah ini tentunya tetap disertai dengan sikap keteguhan dan memegang prinsip dan keyakinan sebagai jati diri beragama.

Dengan demikian, sikap ukhuwah Islamiyah akan menjadi representasi Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Ukhuwah Islamiyah akan merepresentasikan bahwa agama adalah institusi yang menyelamatkan dan menyejukkan. Pada akhirnya kerukunan dan persaudaraan pada agama Islam pada khususnya dan Indonesia pada umumnya akan menjadi kuat dan kokoh. Dengan ukhuwah, umat akan terberdayakan. Dengan ukhuwah, umat akan mencapai kemaslahatan.

Ukhuwah tak bisa dibeli. Tapi ia diperoleh dari penyatuan antara ikatan hati dari seorang mukmin yang shalih


Keutamaan


Dari ukhuwah Islamiyah lahir banyak keutamaan, pahala, dampak positif pada masyarakat dalam menyatukan hati, menyamakan kata, dan merapatkan barisan. Orang-orang yang terikat dengan ukhuwah Islamiyah memiliki banyak keutamaan, di antaranya:

Mereka merasakan buah dari lezatnya iman. Sedangkan selain mereka, tidak merasakannya. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:

“ثلاثة من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان: أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا الله، وأن يكره أن يعود إلى الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يُقذف في النار”
“Ada tiga golongan yang dapat merasakan manisnya iman: orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari mencintai dirinya sendiri, mencintai seseorang karena Allah, dan ia benci kembali pada kekafiran sebagaimana ia benci jika ia dicampakkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari)

Mereka berada dalam naungan cinta Allah, Di akhirat Allah SWT berfirman,

“أين المُتحابُّون بجلالي، اليومُ أُظِلُّهم في ظلي يوم لا ظلَّ إلا ظِلي”
“Di mana orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, maka hari ini aku akan menaungi mereka dengan naungan yang tidak ada naungan kecuali naunganku.” (HR. Muslim).

Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam. bersabda,

“إن رجلاً زار أخًا له في قرية أخرى، فأرصد الله تعالى على مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا، فلما أتى عليه، قال: أين تريد؟ قال: أريد أخًا لي في هذه القرية، قال: هل لك من نعمة تَرُبُّها عليه؟ قال: لا، غير أنني أحببته في الله تعالى، قال: فإني رسول الله إليك أخبرك بأن الله قد أحبَّك كما أحببْتَه فيه”
“Ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah desa. Di tengah perjalanan, Allah mengutus malaikat-Nya. Ketika berjumpa, malaikat bertanya, “Mau kemana?” Orang tersebut menjawab, “Saya mau mengunjungi saudara di desa ini.” Malaikat bertanya, “Apakah kau ingin mendapatkan sesuatu keuntungan darinya?” Ia menjawab, “Tidak. Aku mengunjunginya hanya karena aku mencintainya karena Allah.” Malaikat pun berkata, “Sungguh utusan Allah yang diutus padamu memberi kabar untukmu, bahwa Allah telah mencintaimu, sebagaimana kau mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Muslim)

Mereka adalah ahli Syurga di akhirat kelak. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda,

“من عاد مريضًا، أو زار أخًا له في الله؛ ناداه منادٍ بأنْ طِبْتَ وطاب مَمْشاكَ، وتبوَّأتَ من الجنةِ مَنْزِلاً”
“Barangsiapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Berbahagialah kamu, berbahagialah dengan perjalananmu, dan kamu telah mendapatkan salah satu tempat di surga.” (HR. At-Tirmidzi)

Bersaudara karena Allah adalah amal mulia dan mendekatkan diri kepada Allah.

وقد سُئل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان، فقال: “أن تحب لله وتبغض لله…”. قيل: وماذا يا رسول الله؟ فقال: “وأن تحب للناس ما تحب لنفسك، وتكره لهم ما تكره لنفسك”
Rasul pernah ditanya tentang derajat iman yang paling tinggi, beliau bersabda, “…Hendaklah kamu mencinta dan membenci karena Allah…” Kemudian Rasul ditanya lagi, “Selain itu apa wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Hendaklah kamu mencintai orang lain sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri, dan hendaklah kamu membenci bagi orang lain sebagaimana kamu membenci bagi dirimu sendiri.” (HR. Imam Al-Munziri)

Diampuni dosanya oleh Allah. Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda,

“إذا التقى المسلمان فتصافحا، غابت ذنوبهم من بين أيديهما كما تَسَاقَطُ عن الشجرة
“Jika dua orang Muslim bertemu dan kemudian mereka saling berjabat tangan, maka dosa-dosa mereka hilang dari kedua tangan mereka, bagai berjatuhan dari pohon.”

Persaudaraan yang terjaga dengan tali Allah merupakan kenikmatan yang diberikan Allah atas jamaah Muslimah; yaitu nikmat yang diberikan bagi mereka yang dicintai dan dikehendaki Allah dari hamba-hamba-Nya. Hal ini mengingatkan kepada kita akan nikmat yang begitu besar, dan mengingatkan kita bagaimana kita sebelumnya dalam keadaan jahiliyah dan saling bermusuhan.


Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki permusuhan antara kaum Aus dan Khazraj di kota Madinah sebelum Islam. Namun setelah masuk Islam, Allah menyatukan hati di antara mereka. Tidak ada solusi sedikit pun kecuali Islam yang dapat menyatukan hati yang beragam bentuknya, tidak ada yang terjadi kecuali karena tali Allah yang dapat menyatukan mereka menjadi saudara, dan tidak mungkin hati-hati itu akan bersatu kecuali karena ukhuwah fillah.

 *KH Abdul Malik Madani, Ahmad Saifuddin, Nurlaillah Sari Amallah Mujahidah

© Infokom PD OPI Aceh

0 komentar:

Posting Komentar

جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Populer