Kabid Infokom

Rabu, 25 April 2018

MENGENAL HATI NURANI



"Setiap orang punya qalbu (hati) tapi tak semua punya nurani (qalbu yang tercahayakan oleh Allah SWT)"*
*tweet ustadz Bachtiar Nasir

Ikhwahfillah tentunya sering dengar tentang hati dan nurani kan? Ikhwahfillah mungkin juga sudah tahu hakikat hati nurani atau qalbu, sudah tahu hati yang terhijab bagaimana, hati yang sakit dan sehat bagaimana? Serta hati yang mati, bagaimana? Dalam Alquran sering disebut dengan orang yang hatinya sakit, hatinya yang buta dan lainnya, Insya Allah saya coba bahas sedikit yah..

Sebagaimana yang telah diungkap oleh Imam Al-Ghazali dalam kitabnya ”Ajaaib al-quluub” Menurut Al-Ghazali, qalbu atau hati memiliki dua makna, yang pertama adalah sepotong daging yang berbentuk buah sanaubar, yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga berisi darah hitam.

Dan di situ pula sumber atau pusat ruh. Akan tetapi beliau saat itu tidak bermaksud hendak menguraikan tentang bentuknya ataupun fungsi biologisnya, sebab yang demikian itu adalah objek wacana pada ahli medis, saya nggak akan membahas hati tsb disini. Hati/qalbu yang insya Allah saya coba bahas disini adalah sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak terlihat dan tak dapat diraba, walaupun ada juga kaitannya dengan organ hati.

Hati yang dimaksud disini adalah bagian komponen utama manusia yang berpotensi menyerap (memiliki daya tanggap dan persepsi) yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu, dan mengenalnya, yang ditujukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang dikecam, dan dimintai pertanggungjawaban.

Dalam pengertian bahasa, qalbu bermakna bolak-balik, maju-mundur, naik-turun, berubah-ubah. Kata ini digunakan untuk menamai bagian dalam diri manusia yang menjadi sentral diri manusia itu sendiri, yang kita terjemahkan dengan hati.
Penamaan demikian, diperkirakan, ada kaitannya dengan sifat hati itu sendiri yang sifatnya tidak konsisten, sering berubah-ubah, kadang benar, kadang salah, bolak-balik, maju-mundur dalam menerima kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.

Menurut para sufi (insya Allah), hati yang bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma’rifat sebagai suatu alat untuk mengetahui hal-hal yang ilahi. Hal ini akan sulit jika hati masih tercemar hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati lainnya. “Bagaimana hati dapat memantulkan cahaya, padahal gambar selain Allah terlukis dalam cermin hati kita? Atau bagaimana orang dapat berangkat menghadap Allah, jika hati kita masih terbelenggu oleh syahwat?"
Kita harus mengantikan moral yang tidak terpuji dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh takwa, wara’ serta zikir yang continue, membersihkan hati dari penyakit-penyakit hati, sehinga ia dapat menjadi sumber atau wadah ma’rifat, poros jalan sufi adalah moralitas.

Kesempurnaan hakekat manusia di tentukan oleh hasil perjuanngan antara hati nurani dan kemampuannya mengendalikan dan menekan hawa nafsunya. “Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan rugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS. 91: 8-9 )

Hati nurani bagaikan cermin, jika cermin hati nurani kotor, maka hawa nafsu yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Allah serta kemampuan menundukkan hawa nafsu itulah yang membuat hati nurani bersih dan cemerlang serta mendapat limpahan cahaya dari Allah SWT.

Hati kita dapat terhijab dari cahaya Allah dan tertutupi oleh penyakit2 hati dan karena bayangan gambaran yang ditransfer dari pandangan penglihatan mata ke otak saat menjalani keseharian. Ini akan mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai keinginan hawa nafsu seperti yang telah tergambar di ruang otak. Gambaran-gambaran ini merupakan hijab-hijab untuk hati dan ia membatasi Cahaya Allah Yang Maha Suci.

Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati (HR. Bukhari)

Rasulullah SAW bersabda,
"Hati manusia itu ada empat jenis:
  1. Hati yang bersih bagaikan lampu yang bersinar terang. Inilah hati orang yang beriman yang di balik terangnya terdapat cahaya.
  2. Hati yang tertutup terikat kuat oleh penutupnya. Inilah hati orang kafir.
  3. Hati yang terbalik yakni hati orang yang munafik yang kondisinya mengetahui kebenaran tapi mengingkarinya.
  4. Hati yang terkuak, yaitu hati yang di dalamnya ada sifat iman dan kemunafikan. Dan perumpamaan iman adalah seperti tanaman yang terus tersirami oleh air yang jernih. Sedangkan perumpamaan kemunafikan seperti borok yang terus mengeluarkan darah dan nanah, mana saja dari dua materi itu lebih dominan, maka akan mengalahkan yang tidak dominan.” (HR. Ahmad)
Berkenalan dengan Hati 

1. Hati yang Sehat
Yaitu hati yang selamat, hati yang bertauhid (mengesakan Allah dalam setiap peribadatannya), di mana seseorang tidak akan selamat di hari akhirat nanti kecuali ia datang dengan membawa hati ini. Allah berfirman dalam surat as-Syu’ara ayat 88-89: “(Yaitu) hari di mana tidak berguna lagi harta dan anak-anak kecuali mereka yang datang menemui Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy Syu’ara: 88-89)

Hati yang sehat ini didefinisikan dengan hati yang terbebas dari penyakit syahwat, selamat dari setiap keinginan yang bertentangan dari perintah Allah. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah dan berhukum kepada hukum selain hukum Rasul-Nya. Serta jauh dari sifat dengki, iri hati, ujub, sombong.

Hati ini mengikhlaskan peribadatannya hanya kepada Allah dalam keinginannya, dalam tawakalnya, dalam pengharapannya dalam kecintaannya Jika ia mencintai ia mencintai karena Allah, jika ia membenci ia membenci karena Allah, jika ia memberi ia memberi karena Allah, jika ia menolak ia menolak karena Allah. Hati ini terbebas dari berhukum kepada hukum selain Allah dan Rasul-Nya. Hati ini telah terikat kepada suatu ikatan yang kuat, yakni syariat agama yang Allah turunkan. Sehingga hati ini menjadikan syariat sebagai panutan dalam setiap perkataan dan perbuatannya.

Pemilik hati yang sehat ini akan senantiasa dekat dengan Al Quran, ia senantiasa berinteraksi dengan Al Quran, ia senantiasa tenang, permasalahan apapun yang dihadapinya akan dihadapi dengan tegar, ia senantiasa bertawakal kepada-Nya karena ia mengetahui semua hal berasal dari Allah dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Di manapun ia berada zikir kepada Allah senantiasa terucap dari lisannya, jika disebut nama Allah bergetarlah hatinya, jika dibacakan ayat-ayatNya maka bertambahlah imannya. Pemilik hati inilah seorang mukmin sejati, orang yang Allah puji dalam Firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman (sempurna imannya) ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakkal (berserah diri).” (QS. Al-Anfaal: 2)

2. Hati yang Sakit
Orang yang memiliki hati ini, meiliki hati yang hidup namun mengandung penyakit. Pada hati ini ada kecintaan kepada Allah, keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Akan tetapi pada hati ini juga terdapat kecintaan kepada dunia, syahwat, ketamakan, hawa nafsu, dengki, kesombongan dan sikap bangga diri/ujub, serta ingin keadaannya diketahui orang lain
Orang dengan hati yang sakit akan senantiasa berubah-ubah, terkadang ia berada dalam ketaatan dan kebaikan, terkadang ia berada dalam maksiat dan dosa. Amalannya senantiasa berubah sesuai dengan lingkungannya, jika lingkungannya baik maka ia berubah menjadi baik adapun jika lingkungannya buruk maka ia akan terseret pula kepada keburukan.

3. Hati yang Mati
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya, ia tidak mempersekutukan-Nya, ia tidak menghadirkan setiap perbuatannya berdasarkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati ini senantiasa berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan dunia walaupun di dalamnya ada murka Allah, akan tetapi hati ini tidak memperdulikan hal-hal tersebut, baginya yang terpenting adalah bagaimana ia bisa melimpahkan hawa nafsunya. Ia menghamba kepada selain Allah, jika ia mencinta maka mencinta karena hawa nafsu, jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsu.

Allah berfirman: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah: 23)

Orang yang memiliki hati yang mati jika dibacakan kepadanya ayat-ayat Al Quran maka dirinya tidak tergetar, ia senantiasa ingin menjauh dari Al Quran, ia lebih senang mendengar suara mendengar nyanyian, mendengar musik, mendengar suara-suara yang menggejolakkan hawa nafsunya. Orang ini senantiasa gelisah, ia tidak tahu harus kepada siapa ia menyandarkan dirinya, ia tidak tahu kepada siapa ia berharap, ia tidak tahu kepada siapa ia meminta, kehidupannya terombang-ambing, ke mana saja angin bertiup ia akan mengikutinya, ke mana saja syahwat mengajaknya ia akan mengikutinya.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran[3] : 8). Kedua, diajarkan oleh Rasulullah saw : ” Wahai Dzat yang membolak-balikkan kalbu, tetapkanlah kalbuku atas agama-Mu.” (HR Tirmidzi).

Hati kita bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan berdebu sebagaimana cermin, dan untuk mengembalikan kecemerlangnya adalah dengan berzikir. Hati bisa juga telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah takwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah bertaubat, mengenal Allah, zikir, takwa cinta, tawakkal dan ridha


Ikhwahfillah semua mari kita selalu menginterospeksi diri kita sendiri, termasuk dalam golongan yang manakah hati kita? Apakah hati yang tercahayakan oleh Allah atau masih terhijab? Atau apakah hati kita termasuk dalam hati yang sehat, hati yang sakit atau malah hati kita telah mati? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya dengan jujur.

***

oleh: @dewi_dewiyana

Dewi Yana
Penulis buku:
1. Kiat-kiat Ikhlas, Agustus 2008, dengan kata pengantar dari Ust. Muhammad Arifin Ilham
2. Ditolong Allah dengan Tawakal, April 2009, dengan kata pengantar dari Dr. Muhammad Syafii Antonio MEc
3. Cukuplah Allah, September 2009, dengan kata pengantar dari Ust. Jefri Al Buchori
4. Dasyatnya Zikir, Juli 2010, dengan kata pengantar dari Ust. Muhammad Arifin Ilham


© Infokom PD OPI Aceh

0 komentar:

Posting Komentar

جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Populer