Kabid Infokom

Rabu, 16 Agustus 2017

Aceh dan PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah)

PERTI merupakan sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, pendidikan, dan amal sosial yang didirikan Syeikh Sulaiman Arrasuli dan para tokoh ulama ahlussunnah wal jamaah lainnya di Minangkabau, Sumatera Barat, pada 15 Zulqaidah 1346 Hijriah, atau 5 Mei 1928. Selain PERTI, Syeikh Sulaiman Arrasuli juga mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah. Semuanya berada di Minangkabau.
Lahirnya PERTI didasari semangat kebangsaan dan kesadaran beragama yang mulai muncul di tanah air awal abad XX, menyusul lahirnya berbagai organisasi Islam dan kebangsaan lainnya, seperti Sarekat Dagang Islam (1905), Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1911), Muhammadiyah (1912), dan Nahdatul Ulama (1926).
Kehadiran PERTI di Aceh pada era tahun empat puluhan tidak dapat dilepaskan dari peran para tokoh ulama ahlussunnah wal jamaah di Aceh. Abuya Syeikh Muhammad Muda Waly Al Khalidy merupakan tokoh pertama yang memperkenalkan PERTI di Aceh sepulangnya dari menuntut ilmu di Minangkabau. Beliau membentuk PERTI di Labuhan Haji sebagai pusat PERTI pertama di Aceh dan cabang langsung dari PERTI Pusat yang ketika itu berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatera Barat.
Organisasi PERTI di Aceh selanjutnya semakin berkembang setelah Teungku H.M. Hasan Krueng Kalee, Abuya Muda Wali Al-Khalidy, Teungku H. Nyak Diwan, Teungku H. Muhammad Saleh Aron, dan berbagai tokoh ulama lainnya memprakarsai lahirnya PERTI untuk wilayah Aceh.
Teungku H. Hasan Krueng Kalee juga sekaligus memimpin organisasi ini hingga 1968 dengan Sekjen Teungku H. Muhammad Saleh Aron. Dari tahun 1968 hingga ajal menjemputnya tahun 1973, Abu Krueng Kalee menjabat sebagi Ketua Majlis Syura PERTI Aceh.
Kepemimpinan PERTI Daerah Aceh selanjutnya terus silih berganti dipimpin oleh Teungku H. Muhammad Saleh Aron (1988), Teungku H. Razali Sabil (1993), Teungku H. Daud Zamzami (2002), Teungku H. Faisal Amin yang telah menjabat sebagai ketua selama dua periode dan pada tahun 2011 beliau terpilih sebagai Ketua Umum PERTI Indonesia periode 2011-2016,dan terakhir Drs. Teungku H. Hasyim Daud, MM sebagai ketua dan Drs. Zulkarnani sebagai sekretaris memimpin DPD PERTI Aceh sampai islah PERTI-Tarbiyah.
Kiprah PERTI dalam membina tarbiyah umat Islam Aceh sangat besar. Hampir seluruh dayah di Aceh bernaung di bawah organisasi ini. PERTI dianggap sebagai sebuah wadah organisasi yang berjuang untuk mempertahankan orisinalitas pemahaman agama Islam di Aceh. Itikadnya mengacu pada paham ahlus sunnah wal jamaah, dan berfiqh dengan mazhab Syafii.

Bendera PERTI


Menyahuti Maklumat Pemerintah RI tanggal 3 November 1945 yang menganjurkan organisasi dan masyarakat untuk membentuk partai politik, maka pada 22 November 1945, PERTI resmi menjadi partai.
Dalam Pemilihan Umum 1955, Partai PERTI ikut serta meramaikan Pemilu pertama di Indonesia itu. Pemilu ini bertujuan memilih 260 anggota DPR dan 520 anggota Konstituante, ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.
Dalam Pemilu ini Partai PERTI berhasil memperoleh 465.359 suara atau 1,23 persen dari total suara pemilih. Dari total suara tersebut PERTI berhasil memperoleh tujuh kursi di Konstituante. Dari tujuh kursi tadi, satu jatah kursi diberikan kepada PERTI Aceh, yang diwakili oleh Teungku H Hasan Krueng Kalee.
Partai-partai Islam, selain memperdebatkan bentuk Negara Islam yang diinginkan, juga memperdebatkan legalitas Presiden RI Soekarno sebagai ulil amri yang wajib ditaati karena pemerintahan ini bukan pemerintah Islam.
Menyikapi perdebatan terus-menerus kelompok islamis di Konstituante itu, pada 14 Oktober 1957, Presiden Soekarno mengundang sekitar 500 ulama dari seluruh pulau Jawa, dan dua ulama Aceh terkemuka, Teungku H Hasan Krueng Kalee dan Teungku H Syech Muda Wali Al Khalidi ke Istana Cipanas, membicarakan status Negara RI dan Presidennya dalam tinjauan agama Islam, apakah sah atau tidak.
Pertemuan itu akhirnya menyimpulkan kesepakatan ulama sesuai dengan apa yang diutarakan oleh ulama Aceh. Pertama, kemerdekaan Indonesia adalah sah. Kedua, Presiden RI Soekarno adalah Presiden yang sah dalam posisi ulil amri dharuri bisyaukah. Yang dimaksud dengan “Ulil Amri Dharūrī bisy Syaukah” adalah pemerintahan yang memiliki kekuasaan untuk sementara waktu (Pemerintahan Masa Transisi), hingga terbentuknya Pemerintahan Islam yang sah dan benar.
Pemerintahan ini oleh sebagian ulama dianggap sah selama tidak kafir pemimpinnya, dan tidak mengingkari keberadaan hukum-hukum syariat, baik secara itiqad (kepercayaan), inad (pembangkangan), atau istihza (menghina hukum Islam). Walaupun mereka tidak menerapkan sebagian hukum Islam, mereka harus menyadari bahwa hal tersebut adalah dosa, dan tidak menghalalkan perbuatan mereka yang tidak menerapkan hukum Allah.
Pengakuan posisi Soekarno sebagai waliyul amri dharuri bisyaukah pada hakikatnya juga sebagai jawaban atas persoalan wali nikah bagi para wanita yang tidak memiliki wali. Dalam pandangan Islam, sultan atau pimpinan negara (dalam hal ini diwakili para hakim di Mahkamah Syariyah) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.
Pada 1973 Partai PERTI kembali menjadi ormas Islam, setelah fusi empat partai Islam (NU, Parmusi, PSII, PERTI) sepakat bersama mendirikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).


Sejak kembali kepada khittahnya, peran PERTI terus diarahkan kepada tarbiyah umat melalui dayah atau pondok pesantren yang dimilikinya di seluruh Indonesia, serta penguatan keagamaan dan sosial dalam masyarakat. Meski demikian kecenderungan politik ormas ini masih sangat kental, terutama dalam memperjuangkan kepentingan umat Islam yang menjadi basis grass-roots dari organisasi ini.
Salah satu hal yang menjadi perhatian PERTI hari ini adalah pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Sudah menjadi fakta bahwa Aceh hari ini telah mencanangkan serta diberi wewenang oleh undang-undang untuk menerapkan syariat Islam. Namun dalam perjalanannya penerapan Syariat Islam di Aceh belum terlihat signifikan.
Di antara faktor penyebabnya adalah belum terwujudnya rujukan standar penerapan syariat Islam yang baku baik di Aceh, maupun di negara-negara Islam lainnya. Beranjak dari latar belakang tersebut, PERTI terus berusaha untuk melakukan terobosan yang dapat memacu lahirnya sebuah rujukan umat Islam yang dapat dipergunakan di Aceh khususnya maupun di Indonesia umumnya. Rujukan tersebut tentunya sesuai dengan syariat Islam yang berlandaskan Ahlussunnah WalJamaah dan bermazhab Imam Syafii sebagaimana umumnya dianut masyarakat Aceh, Indonesia, bahkan Asia Tenggara.

© Infokom PD OPI Aceh

0 komentar:

Posting Komentar

جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Populer