PD OPI Aceh

Tidak Ada Kemenangan Tanpa Kekuatan dan Tidak Ada Kekuatan Tanpa Persatuan

Organisasi Pelajar Islam (OPI)

Intelektual, Integritas, Akhlakul Karimah

www.pdopiaceh.com

Dikelola oleh Bidang Informasi dan Komunikasi PD OPI Aceh

Kabid Infokom

Jumat, 17 Juli 2020

PD OPI Aceh usul Abuya Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee jadi Pahlawan Nasional


Banda Aceh-Pimpinan Daerah Organisasi Pelajar Islam (PD OPI) Provinsi Aceh mengusulkan agar Tgk.H. Muhammad Waly Al Khalidy (Abuya Muda Waly) dan Tgk.H. Muhammad Hasan Krueng Kalee dijadikan pahlawan nasional. "Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee merupakan tokoh agama, pendidikan,  politik dan pejuang yang sangat berpengaruh dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahkan diterimanya Ir. Soekarno sebagai pemimpin Indonesia oleh para ulama juga tidak terlepas dari pengaruh Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee" ujar Wakil Ketua II PD OPI Aceh, Rozal Nawafil (17/7/2020).

"Sejarah mencatat peran dan pengaruh penting Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee terhadap eksistensi kemerdekaan Indonesia. Bahkan kiprah kedua Almarhum telah terbukti dan tidak diragukan lagi dalam upaya pergerakan perjuangan dan pengisi kemerdekaan. Sehingga sudah sewajarnya kita bersama sama mendukung pengusulan Abu Tgk. Muda Waly dan Abu Tgk. Hasan Krueng Kalee sebagai pahlawan nasional  dan sudah sepantasnya hal ini direspon oleh pemerintah pusat," ungkap Rozal Nawafil yang juga merupakan mahasiswa/praja di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee berperan dalam upaya merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam berbagai referensi disebutkan bahwa di masa penjajahan, Abuya Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee bersama ulama-ulama Aceh lainnya terus menggelorakan semangat melawan penjajahan dengan semangat jihad fissabilillah.

Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia,  Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee serta para ulama-ulama Aceh lainnya juga melakukan jihad untuk membela agama dan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal itu terbukti pada tanggal 15 Oktober 1945, Abu Hasan Krueng Kalee beserta tiga ulama Aceh lainnya menandatangani deklarasi perjuangan Maklumat Oelama Seloeroeh Atjeh, Pernyataan Jihad yang mewajibkan seluruh rakyat Aceh untuk berjihad membela kemerdekaan Indonesia dan mengusir NICA (Netherlands-Indies Civil Administration) yang hendak menjajah kembali. Maklumat itu merupakan wujud dukungan ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan. Inti muatannya, maklumat berisi keyakinan para ulama yang bernilai fatwa: perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah sama dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil meneruskan perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Tgk Chik Di Tiro dan pahlawan lainnya.

Tak lama setelah keluarnya Maklumat Bersama itu, Pada tanggal 25 Oktober Abu Tgk. Hasan Krueng Kalee mengeluarkan sebuah seruan tersendiri yang sangat penting. Seruan ini ditulis dalam bahasa Arab kemudian dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia) dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh ketua umumnya Ali Hasjmy tertanggal 8 November 1945 Nomor 116/1945 dan dikirim kepada para pemimpin dan ulama diseluruh Aceh. Setelah seruan penting itu tersiar luas, maka berdirilah barisan Mujahidin di seluruh Aceh yang kemudian menjadi Mujahidin Devisi Teungku Chik Di Tiro.

Adanya maklumat itu berdampak positif bagi pemerintahan RI. Berbagai dukungan fisik dan materil rakyat Aceh untuk membiayai perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia tak terbendung, sehingga saat kunjungan pertama Presiden Soekarno ke Aceh, Juni 1948, dengan lantang Soekarno menyatakan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal pertama bagi kemerdekaan RI.

Rozal Nawafil menjelaskan Organisasi Pelajar Islam (OPI) selaku organisasi serumpun Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) tidak dapat terpisahkan dari perjuangan Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee. PERTI didirikan di Sumatera Barat pada 5 Mei 1928, berkembang di Aceh sejak tahun 1940-an. Abuya Muda Waly merupakan tokoh pertama yang memperkenalkan PERTI di Aceh. “Abu Tgk. H. M. Hasan Krueng Kalee, Abuya Tgk. H. M. Muda Waly Al Khalidy, Tgk. H. Nyak Diwan, Tgk. H. M. Saleh Aron, dan beberapa ulama memprakarsai lahirnya Organisasi PERTI untuk wilayah Aceh.”

“Kiprah PERTI dalam membina tarbiyah umat islam Aceh sangat besar sebagai wadah organisasi yang berjuang untuk mempertahankan orisinalitas pemahaman agama islam di Aceh yang i’tikadnya  mengacu pada faham Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah dan Maturidiyyah) dan berfiqih dengan Mazhab Syafi’i. Hampir seluruh dayah di Aceh bernaung di bawah organisasi ini dan bersanad kepada Abuya Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee”.

Dalam pemilu 1955, PERTI yang menjadi Partai Islam PERTI berhasil memperoleh 465.359 suara atau 1,23% dari total suara pemilih sehingga berhasil memperoleh 7 buah kursi di Konstituante. Dari 7 kursi tadi, satu jatah kursi diberikan kepada PERTI Aceh yang diwakili oleh Tgk. H. Muhammad Hasan Krueng Kalee.

Pada 14 oktober 1957, Abuya Syeikh Muda Waly Al-Khalidy dan Abu Muhammad Hasan Krueng Kalee, serta beberapa ulama lain dari seluruh Indonesia sekitar 500 orang diundang oleh Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno ke Istana Cipanas untuk membicarakan status Negara RI dan presidennya dalam tinjauan agama Islam, apakah sah atau tidak. Dalam pertemuan itu, itu tidak semua para ulama setuju mengangkat Soekarno menjadi pemimpin negara dikarenakan dianggap tidak memenuhi persyaratan menjadi pemimpin menurut fiqh. Namun, Abuya Muda Waly menjelaskan bahwa kepemimpinan Soekarno adalah sah, dengan merujuk kitab "Tuhfatul Muhtaj". Setelah itu maka para peserta pertemuan membaca kitab tersebut dan juga membaca beberapa kitab yang disarankan oleh Abuya selain kitab Tuhfah. Akhirnya pertemuan itu menghasilkan pengakuan bahwa apa yang diungkapkan oleh Abuya adalah benar. Saat itulah Soekarno dinobatkan sebagai Presiden Pertama RI Dan Abuya Muda Waly menyampaikan Presiden Soekarno adalah Ulil Amri adh-Dharuuriy bisy syaukah. Hasil putusan itulah yang dilaporkan oleh Menteri Agama RI KH. Masykur kepada Presiden, dan Presiden Soekarno berterimakasih kepada Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee.

Abu Muda Waly dan Abu Hasan Krueng Kalee bersama ulama-ulama kaum tua lainnya yang tergabung dalam PERTI  juga tidak mendukung dan bergabung dengan ulama-ulama kaum muda yang tergabung dalam PUSA dalam pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Aceh.

Mantan Gubernur Aceh, Alm. Prof. Ali Hasjmy menyebut Abuya Muda Waly sebagai sosok yang Nasionalis seperti dikutip dari buku Ayah Kami Abuya Syeikh Muhammad Waly Al-Khalidy: Bapak Pendidikan Aceh. Di Dayah Darussalam yang dipimpinnya, Abuya Muda Waly memformulasikan ulang sistem pendidikan pesantren di Aceh pada masa itu. Di dayah inilah pertama sekali diperkenalkan dua sistem yaitu sistem dayah tradisional dimana siswa yang mengikuti jalur ini diharuskan untuk belajar suatu kitab tertentu hingga tamat. Sistem kedua yang diterapkan di dayah ini adalah sistem madrasah, dimana para siswanya belajar dengan mengikuti pola tertentu dan menggunakan gedung yang telah ditentukan. Sistem ini juga tidak mengharuskan siswa untuk menamatkan suatu kitab tetapi harus aktif dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan di dalam kelas. Sehingga tidak heran jika Gubernur Aceh (2/9/2008) menggelari Abuya Muda Waly sebagai Tokoh Pendidikan Aceh.

Abu Hasan Krueng Kalee juga dikenal sebagai pembaharu sistem pendidikan di Aceh. Abu Tgk.H. M. Hasan Krueng Kalee bersama Tgk H.Hasballah Indrapuri, Tgk H.Abdul Wahab Seulimum, Tgk Muhammad Daud Beureueh, Tgk M.Hasbi Ash-Shiddiqy,Tgk. H.Trienggadeng dll mengadakan Musyawarah Pendidikan Islam di Lubuk, Aceh Besar (1-2/10/1932) yang membahas masalah pembaruan dan perbaikan pendidikan Islam. Dayah Darul Ihsan yang dipimpin Abu Hasan Krueng Kalee saat itu pun mengadopsi sistem pendidikan Islam tradisional moderat.

Abu Muda Waly dan Abu Krueng Kalee menjadi kharismatik bukan karena diagungkan oleh masyarakat Aceh pada waktu itu, melainkan pengorbanannya pada Aceh dan Indonesia yang begitu besar, sehingga ia diberi gelar “Ma’rifaullah” atau “al A’rif billah”. Gelar itu ia terima pada sebuah forum tingkat tinggi ulama se-Aceh, 5 Mei 2007, di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Pada pertemuan itu para ulama Aceh telah sepakat, selain Abu Muda Waly dan Abu Krueng Kalee, ada dua ulama lainnya yaitu Syaikh Abdurrauf Singkil (Syiah Kuala) dan Hamzah Fansuri telah sampai pada tingkat Ma’rifatullah.

“Jika melihat syarat-syarat pahlawan nasional, saya rasa tidak ada alasan untuk tidak dapat menjadikan Abu Tgk.H. Muhammad Muda Waly dan Abu Tgk. H. Muhammad Hasan Krueng Kalee menjadi pahlawan nasional Indonesia.” ujar Wakil Ketua II PD OPI Provinsi Aceh tersebut. []

© Infokom PD OPI Aceh

Jumat, 19 Juni 2020

Menempelkan Kaki saat Shalat

Oleh: Gus Ahmad Rifai


***


"Menempelkan kaki dengan kaki  saat shalat itu ada haditsnya SHAHIH BUKHARI ?"

Pernah mendengar hal semacam itu ?

'Si dia' dengan bangga menyampaikan bahwa apa yang ia lakukan (baca : injak-injakkan kaki, atau menempelkan kaki) ada haditsnya, haditsnya shahih lagi, shahih bukhari bahkan.









📝 Komentar saya :

"Ayo membaca hadits yang komplit dan lihat penjelasan ulama"





Haditsnya memang betul shahih bukhari

Tapi, jika saya tanya :

"Apakah menempelkan kaki dengan kaki temannya dilakukan oleh Nabi Muhammad ?"
"Apakah hal tersebut diperintahkan oleh Nabi Muhammad ?"
"Apakah hal tersebut dipraktekkan oleh Sahabat Utama ?"


🔅 Maka jawabannya : TIDAK

(sengaja pake capslock, bukan marah, tapi biar jelas huehehee)



***





1 Yuk kita simak hadits lengkapnya :*

🔰Riwayat Anas bin Malik
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»

Mengabarkan kepada kami 'Amr bin Khalid berkata, mengabarkan kepada kami Zuhair dari Humaid dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad ﷺ : "Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku." ada salah seorang diantara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. (HR. Bukhari)



🔰Riwayat an-Nu'man bin Basyir
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ

An-Nu’man bin Basyir berkata : Rasulullah ﷺ menghadap kepada manusia, lalu berkata : "Tegakkanlah shaf kalian!", tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, lutut dengan lutut dan bahu dengan bahu. (HR. Bukhari)





2 Bagaimana sih perintah Nabi Muhammad ﷺ ketika itu ?

Beliau ﷺ bersabda :

أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ

Tegakkanlah shaf / barisan kalian

Jadi, beliau tidak memerintahkan untuk menempelkan kaki, tapi beliau memerintahkan untuk menegakkan shaf dalam artian merapikan, meluruskan, dan merapatkan shaf.



🚫 bukan memerintahkan untuk menempelkan kaki dengan kaki temannya



3 Lalu, siapa yang menempelkan kaki ketika itu ? Berapa jumlahnya ?

Baca lagi hadits di atas


🔰 ```Anas bin Malik``` mengatakan :

[وَكَانَ أَحَدُنَا]

salah satu diantara kami



Baca lagi hadits di atas


🔰 ```an-Nu'man bin Basyir``` mengatakan :

[رَأَيْتُ الرَّجُلَ]

Saya melihat seorang laki-laki dari kami



🔖 Jadi, dari sekian banyak sahabat yang ikut sholat berjamaah bersama dengan Nabi ﷺ, semua shalatnya wajar.

Ada orang yang menempelkan kaki dengan kaki temannya dan jumlahnya hanya satu orang.



Sampai sini bisa dipahami ya

Bisa In syaa Allah





4 Perbuatan satu orang sahabat, apalagi tidak ada yang mengenalnya, TIDAK BISA DIJADIKAN HUJJAH

Al-Amidi (w. 631 H) salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:

ويدل على مذهب الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض الآخر ولا على غيرهم

Menurut madzhab kebanyakan ulama’, perbuatan sahabat dapat menjadi hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua sahabat. Karena perbuatan sebagian tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain. (Lihat :Al-Amidi; w. 631 H, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hal. 2/99)



💠 Jadi, kalau kita mau fair ingin mengamalkan perbuatan sahabat;


mari kita Taraweh 20 raka'at, karena itu dilakukan oleh ```Sayyidina Umar bin Khattab Al Faruq``` dan disetujui semua sahabat,











begitu juga Adzan Jumat 2x dilakukan dizaman ```Sayyidina Utsman bin Affan```

*Kalau injak2kan kaki *

Hanya satu orang sahabat, dan tidak dikenal siapa dia, serta perbuatannya menyelisihi mayoritas sahabat.



5 *Mana buktinya bahwa sahabat yang lain tidak menempelkan kaki dengan kaki temannya ?*

🔰 Lihat bagaimana kata sang periwayat hadits, yaitu ```Anas bin Malik```:

وَزَادَ مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ كَأَنَّهُ بغل شموس

Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas; jika saja hal itu (menempelkan kaki) saya lakukan dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas. _[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]_



*Kenapa bisa begitu ?*

```Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H)``` menuliskan:

الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ

(Yang dilakukan sahabat tersebut adalah) berlebih-lebihan dalam meluruskan shaf dan menutup celah. _[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]_



6 *Lalu, siapa yang pertama kali mengatakan bahwa menempelkan kaki dengan kaki itu adalah termasuk kesempurnaan sholat bahkan termasuk hal yang wajib ?*

🔰 Ia adalah ```Ustadz Nashiruddin al-Albani.```

وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه

Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya _ilzaq (menempelkan mata kaki, lutut, bahu)_, hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja, bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil _(pengingkaran)_ terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil _(pengingkaran)_ dalam sifat Ilahiyyah. Bahkan lebih jelek dari itu.

_(Al-Albani : Silsilat al-Ahadits as-Shahihah, hal. 6/77)_



Jadi beliau menganggap bahwa orang yang mengatakan ilzaq adalah anjuran untuk merapatkan shof, bukan menempelkan kaki, adalah pendapat yang salah, karena bagi beliau ilzaq adalah menempelkan kaki, lutut, dan bahu.

7 *Pendapat Ustadz Al-Albani bertentangan dengan pendapat Ulama Salafi _(wahabi, pen)_ yang lain.*

🔰 ```Ustadz Muhammad bin Shalih al-Utsaimin``` berkata:

أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.

Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, agar shof benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. "Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat." _(Lihat : Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; w. 1421 H, Fatawa Arkan al-Iman, hal. 1/ 311)_



🔰 ```Ustadz Abu Bakar Zaid (w. 1429 H / 2007 M,``` adalah salah seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi, dan menjadi salah satu anggota Haiah Kibar Ulama Saudi) :

وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.

Menempelkan bahu dengan bahu di setiap berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah hal yang sulit dilakukan. _(La Jadida fi Ahkam as-Shalat hal. 13)_



🔰 ```Abu Bakar Zaid``` melanjutkan:

فهذا فَهْم الصحابي – رضي الله عنه – في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق

Inilah yang difahami para shahabat dalam _taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela_ Bukan menempelkan bahu dan mata kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah *anjuran untuk menutup sela-sela, istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.*

🔰 Bahkan pendapat Ustadz Al-Albani juga bertentangan dengan pendapat Madzhab Hambali

```Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H)``` :

حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب والأقدام

Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki. _(Lihat: Ibnu Rajab al-Hanbali; w. 795 H, Fathu al-Bari, hal.6/ 282)._



8 *Bagaimana sebenarnya cara merapatkan shof yang sempurna ?*

وتعتبر المسافة في عرض الصفوف بما يهيأ للصلاة وهو ما يسعهم عادة مصطفين من غير إفراط في السعة والضيق اهـ جمل.الكتاب : بغية المسترشدين ص 140

Disebutkan bahwa ukuran lebar shof ketika hendak sholat yaitu yang umum dilakukan oleh seseorang, dengan tanpa berlebihan dalam lebar dan sempitnya.” _(Bughyatul Mustarsyidin hal 140)_



Umpama-pun mau menempelkan, "tempelkanlah bagian yang terluar dari tubuh kita saat berdiri,"

mana itu ?

Ya kalau berdiri normal, kalau berdiri normal hlo ya, bagian terluar dari tubuh kita yaitu pundak atau bahu kita

sesuai sabda Nabi Muhammad saw :



أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ

Luruskan shof, rapatkan pundak, dan tutup celah, serta perlunak pundak kalian untuk saudaranya, dan jangan tinggalkan celah untuk setan.” (HR. Abu Daud no. 666)



 “perlunak pundak kalian untuk saudaranya” maksudya adalah hendaknya dia berusaha agar pundaknya tidak mengganggu orang lain.

Jadi, sekali lagi, ayo pahami hadits secara Cerdas

Salam Cerdas

Wallahu a'lam bis shawab

========= ❁❁❁❁ =========

Instagram : @buyasoni

Telegram : @buyasoni

Facebook : Buya Soni

Youtube : Buya Soni


🌏 www.buyasoni.com

========= ❁❁❁❁ ========


© Infokom PD OPI Aceh

Aceh dalam Indonesia, Sikap Siyasah Abu Hasan Krueng Kalee





Dalam biografi singkat “Teungku Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee (1886-1973): Ulama Besar dan Guru Umat” yang diterbitkan Yayasan Darul Ihsan Tgk Hasan Krueng Kalee disebutkan, pada hakikatnya seseorang yang ingin mendalami kandungan Alquran dengan baik dan benar, mutlak harus mengetahui Sirah Nabawiyah sebagai upaya mengambil suatu hukum dan i’tibar serta memahami dengan benar ilmu fiqh sirah.

Hal itulah yang dipraktikkan Abu dalam menghadapi berbagai peristiwa politik yang terjadi di Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya semasa hidupnya.

Perannya sebagai seorang ulama salafi dan sufi terkemuka, tidak membuatnya jauh dari berbagai persoalan-persoalan umat. Kiprahnya selalu hadir mengiringi setiap peristiwa yang muncul di sekelilingnya.

Salah satu hal yang masih membekas pada rakyat Aceh adalah lahirnya “Makloemat Oelama Seloeroeh Atjeh” pada 15 Oktober 1945. Maklumat itu dicetak dalam bentuk selebaran dan dibagikan ke seluruh Aceh dan wilayah Sumatera.

Maklumat itu dikeluarkan di Kutaradja (Banda Aceh). Diprakarsai oleh empat tokoh ulama yang mewakili seluruh ulama Aceh, yakni Tgk H M Hasan Krueng Kalee, Tgk M Daud Beureueh, Tgk H Dja’far Siddik Lamjabat dan Tgk Ahmad Hasballah Indrapuri. Maklumat itu merupakan wujud dukungan ulama Aceh terhadap kemerdekaan Republik Indonesia yang telah diproklamirkan Presiden Soekarno.

Inti muatannya, maklumat berisi keyakinan para ulama yang bernilai fatwa: perjuangan mempertahakan kemerdekaan Indonesia adalah sama dengan perjuangan suci yang disebut perang sabil (jihad fi sabilillah) meneruskan perjuangan Aceh terdahulu seperti perjuangan Tgk Chik di Tiro dan pahlawan kebangsaan lainnya.
Legitimasi maklumat mewakili rakyat Aceh ini juga mendapat dukungan penuh dengan dicantumkannya atau diketahui oleh Teuku Nyak Arif selaku Residen Aceh dan disetujui oleh Tuwanku Mahmud (keturunan Sultan Aceh) selaku Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh (KNIDA).

Tak lama setelah keluarnya Maklumat Bersama itu, Abu mengeluarkan seruan/maklumat tersendiri. Seruan yang sangat penting atas nama pribadinya pada 25 Oktober 1945. Isinya tak jauh beda dengan maklumat bersama.

Seruan yang ditulis dalam bahasa Arab Jawi itu dicetak oleh Markas Daerah PRI (Pemuda Republik Indonesia). Disertai surat pengantar yang ditandatangani Ketua Umum PRI, Ali Hasjmy, 8 November 1945 dengan Nomor 116/1945. Maklumat itu kemudian dikirim ke seluruh pimpinan dan ulama Aceh.

Adanya maklumat itu berdampak positif bagi pemerintahan RI. Berbagai dukungan fisik dan materil rakyat Aceh untuk membiayai perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia tak terbendung, sehingga saat kunjungan pertama Presiden Soekarno ke Aceh, Juni 1948, dengan lantang Soekarno menyatakan bahwa Aceh dan segenap rakyatnya adalah modal pertama bagi kemerdekaan RI.

Pengorbanan Abu Hasan, baik secara materi dan nonmateri demi kemerdekaan Republik Indonesia tidak bisa dianggap enteng. Hal ini dilakukan karena motivasi beliau untuk terus melaksanakan tugas sebagaimana perintah Islam untuk membela tanah air.

Oleh karenanya, pernyataan Abu Kreung Kalee untuk menolak bergabung dengan RI , dalam rapat besar membahas sikap Aceh terhadap tawaran bergabung dengan-Republik Federasi Sumatera harus dilihat dengan kacamata kontekstual.

Abu Hasan menyarankan agar Tgk. Daud Beureueh mengambil tawaran oleh Tgk Dr. Mansur, karena merasa bahwa Indonesia sudah lumpuh dan tidak
memiliki harapan lagi.

Karena secara de facto, Belanda sudah menguasai semua daerah Indonesia kecuali Aceh. Ditambah lagi sepertinya Abu Krueng Kalee tidak mempercayai janji-janji yang diberikan oleh Soekarno.

Bagi Abu Krueng Kalee, karena kondisi
kepemimpinan RI yang sudah vakum itu, maka secara hukum agama, mendirikan negara sendiri adalah langkah yang tepat. Ia mengatakan kepada Tgk. Daud Bereueh yang mendapatkan surat kaleng 1949 dari Belanda untuk memisahkan diri dari Indonesia
" Kalau mau senang, lepaskan Aceh dari RI, ambil yang baik meskipun itu keluar dari mulut rimueng (harimau)”.

Namun usulan ini ditolak oleh Daud Beureueh.
" ... Sebab itu, kita tidak bermaksud membentuk suatu Aceh Raya, karena kita di sini bersemangat Republiken. Untuk itu, undangan dari Wali Negara Sumatera Timur itu kita pandang sebagai tidak ada saja, dari karena itu tidak kita balas.”

Sikap Abu Hasan ini tidak bisa dipahami bahwa beliau tidak ingin bergabung dengan Republik Indonesia atau tidak mendukung pemerintahan Soekarno. Karena pada beberapa kesempatan beliau dengan tegas mendukung posisi Presiden Soekarno sebagai presiden Indonesia.

Bahkan, ketika banyak ulama Indonesia menyatakan bahwa kepemimpinan Soekarno tidak sah menurut hukum Islam, Abu Krueng Kalee dan Syekh Muda Wali Al Khalidi menyatakan keabsahan pemerintah Soekarno dengan terminologi “ulil amri dharuribissyaukah”.
Artinya, pemerintahan Soekarno adalah pemerintahan yang sah untuk sementara waktu hingga terbentuknya pemerintahan Islam yang sah dan benar.

Selain itu, dukungan terhadap Republik Indonesia juga terus ditunjukkannya bahkan ketika harus bertentangan dengan Tgk. Daud Beureueh.
Tgk. Daud Beureueh yang kecewa dengan pengingkaran janji Soekarno merasa harus mengangkat senjata dengan menyatakan Aceh bergabung dalam Negara Islam Indonesia (NII) pimpinan SM Kartosoewirjo. Namun Abu Hasan menentang ide tersebut. la bahkan mengutuk gerakan DI/ TII melalui pernyataan Ulama-ulama besar Aceh pada tanggal 23 September
1953.

Karena menurutnya, Pemerintahan Indonesia saat itu adalah adalah kepemimpinan yang sah, sehingga melawan pemerintahan yang sah adalah tindakan bughah menurut hukum Islam, dan dapat menyebabkan kerusakan dalam masyarakat.

la berkomentar-Tulong neupeugah bak Tgk. Daud “peu ek geulayang watee na angen. bek peu ek geulayang watee hana angen" (Tolong sampaikan pada Tgk. Daud, naikkan layangan ketika ada angin jangan naikkan layangan ketika tidak ada angin).

Sehingga Abu bersama ulama-ulama kaum tua lainnya yang tergabung dalam PERTI  tidak mendukung dan bergabung dengan ulama-ulama kaum muda yang tergabung dalam PUSA dalam pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Aceh. Hal inilah yang membuat beberapa dayah milik ulama PERTI sempat diteror oleh gerilyawan DI/TII.

Kebijaksanaan Abu Hasan juga terlihat pada cara ia mengambil keputusan pada Perang Cumbok. Sebelum mengambil keputusan yang besar, beliau tetap menemui Teuku Daud Cumbok dan berusaha membujuknya agar menghentikan perang saudara antara kaum uleebalang pimpinan T. Daud Cumbok dengan kaum teungku pimpinan Tgk. Daud Beureueh. Yang mana sejatinya dua orang ini juga adalah murid dari Abu Hasan Krueng Kalee. 

Bahkan Abu Hasan menyampaikan dalil QS. 49 ayat 9 agar T. Daud Cumbok bersedia berkomukasi secara damai mengenai kemerdekaan Indonesia, namun Teuku Daud Cumbok menjawab:
”Teungku nyang Guree lon tuan. Lon ka ditrom le’ si Daud lam leuhob, hanjeut lon teubit lei. Jadi hanjeut lon surut le’. Aleuhnyan, lon pih ureung Aceh. Nyawong pih saboh, hana dua” (Teungku, guru saya. Saya sudah ditendang ke dalam lumpur oleh si Daud (maksudnya Tgk. Daud Beureueh), pimpinan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), jadi tidak mungkin keluar lagi. Lagi pula saya orang Aceh. Nyawa hanya satu, tidak ada dua).

Kemudian Tgk. Syekh Abu Krueng Kalee kembali bertanya: “Nyan nyang Teuku peugah kabeeh neupikee?”. (Yang Teuku katakan itu apa sudah dipikirkan dengan matang?).

Teuku Daud Cumbok menjawab: “Ka” (sudah). Tgk. Syekh Abu Krueng Kalee kembali bertanya: “Meunyoe lon preh, lon bi watee neupikee, peu neupikee lom atau han?” (Jika saya tunggu untuk beri waktu Teuku berpikir, apa Teuku mau?) Jawab Teuku Daud Cumbok: “Hana lon pikee le”
(Tidak perlu saya pikir lagi).

 Tgk. Syekh Abu Krueng Kalee kembali bertanya: “Lon tanyong sigoe teuk, kabeeh neupikee?” (Saya ulang sekali lagi, apa sudah dipikir dengan matang-matang?). Teuku Daud Cumbok menjawab: “Ka abeeh” (sudah).


Begitulah sikap siyasah (politik) Abu Hasan Krueng Kalee yang selalu mengambil jalan tengah (wasathah) demi Nanggroe Aceh yang damai (Darussalam).

Semoga beliau ditempatkan di maqam tertinggi disisi Allah Subhanahuwa Ta'ala.

https://youtu.be/9qPVGR1F9ds
https://youtu.be/NSscw1vwHFE



© Infokom PD OPI Aceh

Postingan Populer