Suatu siang, Sayyid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli singgah di sebuah desa. Ketika itu waktu dhuhur hampir habis, namun beliau tak menjumpai seorang pun yang dapat ia tanyai untuk mendapatkan air wudhu.
Akhirnya, setelah lama mencari kesana-kemari, Syaikh Sulaiman al-Jazuli mendapati sebuah sumur. Ia bergegas untuk mengambil air wudhu, akan tetapi beliau tak mendapati sesuatu pun yang dapat digunakan untuk mengambil air dari sumur tersebut. Tak ada timba yang tersedia disana. Sehingga ia pun berputar-putar di sekeliling tempat itu untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menimba air.
Akhirnya, setelah lama mencari kesana-kemari, Syaikh Sulaiman al-Jazuli mendapati sebuah sumur. Ia bergegas untuk mengambil air wudhu, akan tetapi beliau tak mendapati sesuatu pun yang dapat digunakan untuk mengambil air dari sumur tersebut. Tak ada timba yang tersedia disana. Sehingga ia pun berputar-putar di sekeliling tempat itu untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menimba air.
Dalam
keadaan bingung seperti itu, tiba-tiba dari tempat yang lebih tinggi seorang
gadis kecil (Usianya kira-kira tujuh tahun) yang sedang memperhatikan beliau,
berkata:
“Ya
Syaikh, siapa anda? Dari tadi anda tampak kebingungan, berputar-putar di
sekitar sumur ini?”, tanya anak kecil itu.
“Aku
Muhammad bin Sulaiman. Aku mencari timba untuk mengambil air. Waktu dhuhur sudah
sempit, sementara aku harus segera mengambil air wudhu guna melaksanakan
shalat,” jelas Syaikh Sulaiman al-Jazuli.
“Engkaulah
pria yang dipuji-puji dan disebut sebagai orang sholeh akan tetapi bingung
bagaimana mengeluarkan air wudhu dari dalam sumur ini?”, tanyanya.
“Baiklah,
tunggulah sebentar,” ujarnya kemudian.
Gadis
kecil itu bergegas mendekat ke bibir sumur, lalu meniupnya sekali. (Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa gadis
kecil itu meludahinya). Maka seketika itu air dari dalam sumur itu mengalir
deras dan naik ke atas hingga menyerupai sungai sungai. Syaikh Sulaiman pun
takjub, namun ia tak memiliki banyak waktu. Ia harus segera berwudhu untuk
kemudian menunaikan shalat dhuhur yang waktunya sudah hampir habis. Padahal ia
ingin tahu lebih banyak tentang anak itu, yang segera pulang ke rumah setelah
melakukan hal yang membuat Syaikh Sulaiman terkagum-kagum.
Begitu
selesai menunaikan shalat dhuhur, Syaikh Sulaiman bergegas mendatangi rumah
gadis kecil itu.“Siapa itu?”, anak perempuan itu bertanya dari dalam rumah
begitu terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu.
Maka
Syekh berterus terang, “Wahai anak perempuan, demi Allah dan Kemahaagungan-Nya
yang menciptakan kamu, saya mau tanya tentang suatu hal.”
“Aku
angkat tangan padamu. Demi kemahaagungan Allah, aku mohon kamu bersedia
menceritakan kepadaku dengan amal apakah engkau memperoleh kedudukan yang
demikian tinggi?”, tanya Syaikh Sulaiman.
Gadis
kecil itu terdiam, lalu menjawab:“Kalaulah tidak karena nama Allah yang engkau
bersumpah dengan asma-Nya itu wahai Syaikh, tentulah aku tidak akan
menceritakannya.
”Syaikh
Sulaiman menatapnya penuh perhatian.
“Dengan
memperbanyak membaca shalawat untuk orang yang apabila ia berjalan di padang
belantara, binatang buas akan mengibas-ibaskan ekornya. (Memperbanyak bershalawat kepada Rasulullah Muhammad ﷺ),” katanya
polos.
Setelah
peristiwa itu Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli r.a menyusun sebuah kitab
shalawat (Dalailul Khairat) di kota
Fas, sebelum beliau pulang kembali ke desanya di tepi daerah Jazulah. Kitab ini
di revisi kembali oleh beliau setelah beliau berkhalwat untuk beribadah selama
14 tahun, yaitu pada hari Jum’at, 6 Rabi’ul Awal 862 H, delapan tahun sebelum
hari wafatnya, 16 Rabi’ul Awal 870 H.
Dikutip dari Buku Rahasia Shalawat Rasulullah SAW (M. Syukron Maksum
& Ahmad Fathoni el-Kaysi) dan Buku Manusia Langit (Habib Novel bin Muhammad
Al'Aydrus). Diedit kembali oleh Rozal Nawafil.
Allahumma shalli wa
salim wa barik 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi ajma'in
© Infokom PD OPI Aceh
0 komentar:
Posting Komentar
جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء