"Setiap orang
punya qalbu (hati) tapi tak semua punya nurani (qalbu yang tercahayakan oleh
Allah SWT)"*
*tweet ustadz Bachtiar Nasir
Ikhwahfillah tentunya sering dengar tentang
hati dan nurani kan? Ikhwahfillah mungkin juga sudah tahu hakikat hati nurani atau
qalbu, sudah tahu hati yang terhijab bagaimana, hati yang sakit dan sehat
bagaimana? Serta hati yang mati, bagaimana? Dalam Alquran sering disebut dengan
orang yang hatinya sakit, hatinya yang buta dan lainnya, Insya Allah saya coba
bahas sedikit yah..
Sebagaimana yang telah diungkap oleh Imam
Al-Ghazali dalam kitabnya ”Ajaaib al-quluub” Menurut Al-Ghazali, qalbu atau
hati memiliki dua makna, yang pertama adalah sepotong daging yang berbentuk
buah sanaubar, yang terletak di bagian kiri dada, di dalamnya terdapat rongga
berisi darah hitam.
Dan di situ pula sumber atau pusat ruh.
Akan tetapi beliau saat itu tidak bermaksud hendak menguraikan tentang bentuknya
ataupun fungsi biologisnya, sebab yang demikian itu adalah objek wacana pada
ahli medis, saya nggak akan membahas hati tsb disini. Hati/qalbu yang insya
Allah saya coba bahas disini adalah sesuatu yang amat halus dan lembut, tidak
terlihat dan tak dapat diraba, walaupun ada juga kaitannya dengan organ hati.
Hati yang dimaksud disini adalah bagian
komponen utama manusia yang berpotensi menyerap (memiliki daya tanggap dan
persepsi) yang memiliki kemampuan untuk mengetahui sesuatu, dan mengenalnya, yang
ditujukan kepadanya segala pembicaraan dan penilaian, dan yang dikecam, dan
dimintai pertanggungjawaban.
Dalam pengertian bahasa, qalbu bermakna
bolak-balik, maju-mundur, naik-turun, berubah-ubah. Kata ini digunakan untuk
menamai bagian dalam diri manusia yang menjadi sentral diri manusia itu
sendiri, yang kita terjemahkan dengan hati.
Penamaan demikian, diperkirakan, ada
kaitannya dengan sifat hati itu sendiri yang sifatnya tidak konsisten, sering
berubah-ubah, kadang benar, kadang salah, bolak-balik, maju-mundur dalam menerima
kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Menurut para sufi (insya Allah), hati yang
bersifat nurani itulah sebagai wadah atau sumber ma’rifat sebagai suatu alat
untuk mengetahui hal-hal yang ilahi. Hal ini akan sulit jika hati masih tercemar
hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati lainnya. “Bagaimana hati dapat memantulkan
cahaya, padahal gambar selain Allah terlukis dalam cermin hati kita? Atau
bagaimana orang dapat berangkat menghadap Allah, jika hati kita masih
terbelenggu oleh syahwat?"
Kita harus mengantikan moral yang tidak
terpuji dengan moral yang terpuji, lewat hidup zuhud yang penuh takwa, wara’
serta zikir yang continue, membersihkan hati dari penyakit-penyakit hati, sehinga ia
dapat menjadi sumber atau wadah ma’rifat, poros jalan sufi adalah moralitas.
Kesempurnaan hakekat manusia di tentukan
oleh hasil perjuanngan antara hati nurani dan kemampuannya mengendalikan dan
menekan hawa nafsunya. “Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan
jiwanya, dan rugilah orang-orang yang mengotorinya.” (QS. 91: 8-9 )
Hati nurani bagaikan cermin, jika cermin
hati nurani kotor, maka hawa nafsu yang tumbuh. Sementara ketaatan kepada Allah
serta kemampuan menundukkan hawa nafsu itulah yang membuat hati nurani bersih
dan cemerlang serta mendapat limpahan cahaya dari Allah SWT.
Hati kita dapat terhijab dari cahaya Allah
dan tertutupi oleh penyakit2 hati dan karena bayangan gambaran yang ditransfer
dari pandangan penglihatan mata ke otak saat menjalani keseharian. Ini akan
mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai keinginan hawa
nafsu seperti yang telah tergambar di ruang otak. Gambaran-gambaran ini
merupakan hijab-hijab untuk hati dan ia membatasi Cahaya Allah Yang Maha Suci.
Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah,
sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik
seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad,
ketahuilah dialah hati (HR. Bukhari)
Rasulullah SAW bersabda,
"Hati manusia itu ada empat jenis:
- Hati
yang bersih bagaikan lampu yang bersinar terang. Inilah hati orang yang beriman
yang di balik terangnya terdapat cahaya.
- Hati yang tertutup terikat kuat
oleh penutupnya. Inilah hati orang kafir.
- Hati yang terbalik yakni hati
orang yang munafik yang kondisinya mengetahui kebenaran tapi mengingkarinya.
- Hati yang terkuak, yaitu hati yang di dalamnya ada sifat iman dan
kemunafikan. Dan perumpamaan iman adalah seperti tanaman yang terus tersirami
oleh air yang jernih. Sedangkan perumpamaan kemunafikan seperti borok yang
terus mengeluarkan darah dan nanah, mana saja dari dua materi itu lebih
dominan, maka akan mengalahkan yang tidak dominan.” (HR. Ahmad)
Berkenalan dengan Hati
1. Hati yang Sehat
Yaitu hati yang selamat, hati yang
bertauhid (mengesakan Allah dalam setiap peribadatannya), di mana seseorang
tidak akan selamat di hari akhirat nanti kecuali ia datang dengan membawa hati
ini. Allah berfirman dalam surat as-Syu’ara ayat 88-89: “(Yaitu) hari di mana
tidak berguna lagi harta dan anak-anak kecuali mereka yang datang menemui Allah
dengan hati yang bersih.” (QS. Asy Syu’ara: 88-89)
Hati yang sehat ini didefinisikan dengan
hati yang terbebas dari penyakit syahwat, selamat dari setiap keinginan yang
bertentangan dari perintah Allah.
Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah dan berhukum kepada hukum
selain hukum Rasul-Nya. Serta jauh dari sifat dengki, iri hati, ujub, sombong.
Hati ini mengikhlaskan peribadatannya hanya
kepada Allah dalam keinginannya, dalam tawakalnya, dalam pengharapannya dalam
kecintaannya Jika ia mencintai ia mencintai karena Allah, jika ia membenci ia
membenci karena Allah, jika ia memberi ia memberi karena Allah, jika ia menolak
ia menolak karena Allah. Hati ini terbebas dari berhukum kepada hukum selain
Allah dan Rasul-Nya. Hati ini telah terikat kepada suatu ikatan yang kuat,
yakni syariat agama yang Allah turunkan. Sehingga hati ini menjadikan syariat
sebagai panutan dalam setiap perkataan dan perbuatannya.
Pemilik hati yang sehat ini akan senantiasa
dekat dengan Al Quran, ia senantiasa berinteraksi dengan Al Quran, ia
senantiasa tenang, permasalahan apapun yang dihadapinya akan dihadapi dengan
tegar, ia senantiasa bertawakal kepada-Nya karena ia mengetahui semua hal
berasal dari Allah dan semuanya akan kembali kepada-Nya. Di manapun ia berada
zikir kepada Allah senantiasa terucap dari lisannya, jika disebut nama Allah
bergetarlah hatinya, jika dibacakan ayat-ayatNya maka bertambahlah imannya.
Pemilik hati inilah seorang mukmin sejati, orang yang Allah puji dalam
Firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman (sempurna imannya) ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Allahlah mereka bertawakkal (berserah diri).” (QS. Al-Anfaal: 2)
2. Hati yang Sakit
Orang yang memiliki hati ini, meiliki hati
yang hidup namun mengandung penyakit. Pada hati ini ada kecintaan kepada Allah,
keimanan, keikhlasan dan tawakal kepada-Nya. Akan tetapi pada hati ini juga
terdapat kecintaan kepada dunia, syahwat, ketamakan, hawa nafsu, dengki,
kesombongan dan sikap bangga diri/ujub, serta ingin keadaannya diketahui orang
lain
Orang dengan hati yang sakit akan
senantiasa berubah-ubah, terkadang ia berada dalam ketaatan dan kebaikan,
terkadang ia berada dalam maksiat dan dosa. Amalannya senantiasa berubah sesuai
dengan lingkungannya, jika lingkungannya baik maka ia berubah menjadi baik
adapun jika lingkungannya buruk maka ia akan terseret pula kepada keburukan.
3. Hati yang Mati
Hati yang mati adalah hati yang tidak
mengenal siapa Rabbnya, ia tidak mempersekutukan-Nya, ia
tidak menghadirkan setiap perbuatannya berdasarkan sesuatu yang dicintai dan
diridhai-Nya. Hati ini senantiasa berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan
dunia walaupun di dalamnya ada murka Allah, akan tetapi hati ini tidak
memperdulikan hal-hal tersebut, baginya yang terpenting adalah bagaimana ia
bisa melimpahkan hawa nafsunya. Ia menghamba kepada selain Allah, jika ia
mencinta maka mencinta karena hawa nafsu, jika ia membenci maka ia membenci
karena hawa nafsu.
Allah berfirman: “Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah mengunci mati pendengaran
dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?” (QS. Al Jaatsiyah: 23)
Orang yang memiliki hati yang mati jika
dibacakan kepadanya ayat-ayat Al Quran maka dirinya tidak tergetar, ia
senantiasa ingin menjauh dari Al Quran, ia lebih senang mendengar suara
mendengar nyanyian, mendengar musik, mendengar suara-suara yang menggejolakkan
hawa nafsunya. Orang ini senantiasa gelisah, ia tidak tahu harus kepada siapa
ia menyandarkan dirinya, ia tidak tahu kepada siapa ia berharap, ia tidak tahu
kepada siapa ia meminta, kehidupannya terombang-ambing, ke mana saja angin
bertiup ia akan mengikutinya, ke mana saja syahwat mengajaknya ia akan
mengikutinya.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada
kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran[3] : 8). Kedua,
diajarkan oleh Rasulullah saw : ” Wahai Dzat yang membolak-balikkan kalbu,
tetapkanlah kalbuku atas agama-Mu.” (HR Tirmidzi).
Hati kita bisa sakit sebagaimana sakitnya
jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan
berdebu sebagaimana cermin, dan untuk mengembalikan kecemerlangnya adalah
dengan berzikir. Hati bisa juga telanjang sebagaimana badan, dan pakaian
keindahannya adalah takwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan,
maka makanan dan minumannya adalah bertaubat, mengenal Allah, zikir, takwa
cinta, tawakkal dan ridha
Ikhwahfillah semua mari kita selalu
menginterospeksi diri kita sendiri, termasuk dalam golongan yang manakah hati
kita? Apakah hati yang tercahayakan oleh Allah atau masih terhijab? Atau apakah
hati kita termasuk dalam hati yang sehat, hati yang sakit atau malah hati kita
telah mati? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya dengan jujur.
***
oleh: @dewi_dewiyana
Dewi Yana
Penulis buku:
1. Kiat-kiat Ikhlas, Agustus 2008, dengan kata pengantar dari Ust. Muhammad Arifin Ilham
2. Ditolong Allah dengan Tawakal, April 2009, dengan kata pengantar dari Dr. Muhammad Syafii Antonio MEc
3. Cukuplah Allah, September 2009, dengan kata pengantar dari Ust. Jefri Al Buchori
4. Dasyatnya Zikir, Juli 2010, dengan kata pengantar dari Ust. Muhammad Arifin Ilham
© Infokom PD OPI Aceh