Kabid Infokom

Sabtu, 10 Februari 2018

Gelar Kehormatan

Oleh: @dedengjuheri
.

Orang yang gila hormat, biasanya tidak terhormat.  Orang yang rindu pujian, biasanya kurang terpuji.

Sementara orang shalih bila dipuji, ia bersyukur, merenung, bahkan menangis mengingat dosa dan aibnya. Merasa diri belum pantas dan hina dihadapan Allah Swt.

Apakah mesti seperti itu?
...
Adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau yang kita kenal Imam Hanafi. Suatu hari ia berjumpa bocah kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu.

”Hati-hati Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai tergelincir."

Bocah itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

”Boleh saya tahu namamu, Tuan?” tanya sang bocah.

”Nu’man.”

”Jadi, Tuan yang selama ini terkenal dengan gelar Al-Imam Al-A‘dham (imam agung) itu?”

”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu padaku.”

"Wahai Imam," kata sang bocah, "hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia."

"Sepatu kayuku ini," lanjut sang bocah, "mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”

Imam Hanafi menunduk, kelopak matanya terasa panas. Napasnya nemburu, tak kuat menahan haru. Hingga beliau tersungkur dalam tangis dan beraian air mata.

Betapa Imam Hanafi takut pada Allah, khawatir bila gelarnya menumbuhkan benih kesombongan. Yang pada akhirnya menyeretnya ke neraka. Naudzubillahi mindzalik.

Tapi apa yang terjadi hari ini?

Betapa banyak di antara kita yang suka menggelari dirinya dengan gelar yang hebat. Berbangga-bangga dengan sesuatu yang disandangnya. Mengaku sebagai trainer penebar virus motivasi, master memori, ahli hipnotis, motivator terlaris nasinal, dan sebagainya.

Ada yang mengaku sebagai pembicara sukses kelas benua, Trainer Terhebat Benua Asia, atau level internasional lainnya.

Ada pula yang mengaku sebagai Trainer Termuda Sedunia (TTS) yang memengaruhi jutaan manusia, padahal baru beberapa kali saja diundang jadi pembicara. Juga belum banyak berbuat untuk masyarakat.

Terkadang kita lebih suka dengan pujian, menggelari diri dengan titel hebat, keren dan wah. Mengundang decak kagum, riuh sanjungan, dan meriah tepuk tangan kekaguman.

Sungguh amat jauh sikap kita dari para ulama, mereka begitu santun, rendah hati, dan tak silau oleh kelebihannya sendiri. Tapi hari ini kita menemukan banyak orang bangga menyematkan gelar dibelakang nama, terbaik, termuda, terhebat, motivator kelas nasional, bahkan tingkat dunia. Astaghfirullahal'adzim.

Di antara takutnya para ulama, orang-orang shalih, dan para mulia terdahulu terhadap gelar yang tersemat pada namanya adalah surat ad-Dukhaan ayat 49.

ذُقْ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah; sesungguhnya engkau orang yang perkasa lagi mulia!” (QS Ad Dukhaan [44]:49)

Ayat ini tertuju untuk Abu Jahal. Gelar Maha Perkasa sengaja Allah sematkan pada dirinya kelak ketika disiksa di neraka. Bukan sebagai kehormatan, melainkan sebagai penghinaan. Sebab dulu ketika hidup di dunia ia menggelari dirinya dengan gelar yang mulia  ini, Azizul Karim atau Maha Perkasa.

Lantas bagaimana kalau masyarakat menggelari kita? Misalnya Si Dermawan, Penulis Brilian, Inspirator Peradaban, Tokoh Pembaharu, Penemu Listrik Angin dan sebagainya?

Semoga  baik  sangka ini membawa kebaikan, menundukan nafsu , dan menjadikan kita bertambah syukur. Insyaallah beda antara menggelari diri sendiri dan gelar yang disematkan oleh orang lain, masyarakat, atau lembaga pendidikan. Kuncinya, kembalikan pujian pada Allah yang Maha Terpuji.

Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan yang disadari dan tidak disadari. Ya Rabbi, ampuni dosa kami. Wallahu’alam.

Salam orang awam tak berilmu.


***

@dedengjuheri / Jauhar al-Zanki
Penulis
Buku Kupilih Engkau Karena Allah, Ketika Kebelet Nikah, dll.
Pengasuh acara Bincang Pra-Nikah di 100.2 FM Elshifa Radio




© Infokom PD OPI Aceh

0 komentar:

Posting Komentar

جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَجَزَاكُمُ اللهُ اَحْسَنَ الْجَزَاء

Postingan Populer