PD OPI Aceh

Tidak Ada Kemenangan Tanpa Kekuatan dan Tidak Ada Kekuatan Tanpa Persatuan

Organisasi Pelajar Islam (OPI)

Intelektual, Integritas, Akhlakul Karimah

www.pdopiaceh.com

Dikelola oleh Bidang Informasi dan Komunikasi PD OPI Aceh

Kabid Infokom

Selasa, 13 Februari 2018

JODOHMU, CERMINAN PRIBADIMU

Oleh:Ki Dedeng Juheri, S.ST, M.Pd
(Penulis buku Ketika Kebelet Nikah, Kupilih Engkau Karena Allah dll)
.


Yang baik untuk yang baik pula. Ini benar, ada semacam keserasian antara yang satu dengan yang lainnya.

Ketika mengharapkan yang baik, harus pula berproses dalam kebaikan, kebersihan, dan kesucian.

Bagaimana akan memperoleh suami sekualitas Fahri, bila diri tak sebobot Aisha?

Yang shalih berjodoh yang shalihah. Tampan, cantik, baik, serasi, indah, dan harmonis. Yang baik berpadu dengan yang baik.

Bila Ayat-Ayat Cinta kisah romantisme Fahri dan Aisha itu fiksi, silakan tanya pada hatimu..

Bagaimana akan memperoleh istri sekualitas Fatimah, bila diri tak sebobot Ali?

Bagaimana akan memperoleh istri sekualitas Sulistina, bila diri tak sekelas Bung Tomo?

Bagaimana akan memperoleh istri sebaik Zainatun Nahar, bila diri tak sekualitas KH Agus Salim?

Bagaimana kan memperoleh istri sekualitas Siti Raham, bila diri tak sebaik Buya Hamka?

Bagaimana akan memperoleh istri semantap Putri Nurnahar, bila diri tak sebaik M. Natsir?

Bagaimana akan memperoleh istri setangguh Suharsikin, bila diri tak sekualitas HOS Tjokroamonoto?

Bagaimana akan memperoleh  istri sekelas Hajar, bila diri tak setegar Ibrahim?

Bagaimana akan memperoleh istri selayak Rasya Rantisi, bila diri tak setangguh Abdul Aziz Rantisi?

Bagaimana akan memperoleh suami semacam Abdullah Azzam, bila diri tak seikhlas Ummu Muhammad?

Bagaiana akan memperoleh suami sekualitas Suraih al-Qadhi, bila diri tak semantap Zainab binti Hadhir?

Bagsimana akan memperoleh suami segagah Teuku Umar, bila diri tak setegar Cut Nyak Dien?

Bagaimana akan memperoleh suami sehebat Musa, bila diri tak seperti Syafura?

Bagaimana akan memperoleh suami sebaik Yusuf, bila tak menginsafi diri seperti Zulaikha?

Bagaimana akan memperoleh suami seunggul Sulaiman, bila diri tak sehebat Biqis?

Di sini kita menginsafi diri, bahwa jodoh kita adalah cermin diri kita. Bila kita baik, insyaAllah memperoleh yang baik pula.


“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).”(Q.s. an-Nûr [24]: 26)


@dedengjuheri / Jauhar al-Zanki

© Infokom PD OPI Aceh

Minggu, 11 Februari 2018

Kisah Kecerdikan Al Imam Abu Bakr Al Baqilaniy

Al imam Abu Bakr Al Baqillani Mosque

Pernah suatu ketika Al-Imam Abu Bakr Al-Baqilaniy رحمه  (Beliau terkenal sebagai ahlul kalam dan ahlul munazharah {pandai mendebat}) bertemu dengan seorang pendeta Nasrani.
"Kalian orang-orang Islam! Kalian memiliki sifat rasis" kata si Nasrani.
"Kenapa bisa begitu?" Jawab Al-Baqilaniy رحمه 
"Kalian membolehkan untuk diri kalian menikahi ahlul kitab (baik Yahudi maupun Nasrani), namun kalian tidak membolehkan yang selain kalian untuk menikahi anak-anak perempuan kalian" kata si Nasrani.
Maka dijawab oleh Al-Imam رحمه , "Kami (boleh) menikahi seorang Yahudi karena kami mengimani Nabi Musa عليه السلام; kami (boleh) menikahi seorang Nasrani karena kami mengimani Nabi Isa عليه السلام. Dan kalian! Kapan saja kalian mau mengimani Nabi Muhammad ﷺ maka kami akan nikahkan kalian dengan anak-anak perempuan kami"
Maka terbungkamlah orang yang kafir.

Hikmah Dalam Berucap, Cerdik Dalam Menjawab


Abu Bakr Al-Baqilaniy رحمه  adalah ulama kibar di masanya. Maka pada tahun 371 Hijriah raja Irak memilih dan mengirimnya untuk mendebat kaum Nasrani di Kostantinopel (Romawi).
Ketika sang raja Romawi mendengar akan kedatangan Abu Bakr Al-Baqilaniy رحمه  dia memerintahkan prajuritnya untuk memendekkan tinggi pintunya, yang ini agar Al-Baqilaniy ketika masuk butuh untuk menundukkan kepala dan tubuhnya seperti posisi ruku' sehingga dia pun (seakan) merendah untuk sang raja Romawi dan prajuritnya.
Ketika Al-Baqilaniy رحمه  sampai (di istana sang raja), dia pun mengetahui muslihat ini, maka dia membalikkan tubuhnya ke belalang dan menunduk kemudian memasuki pintu dengan berjalan mundur ke belakang menjadikan bagian belakang kepalanya menghadap sang raja Romawi sebagai ganti dari wajahnya. Di sini tahulah sang raja kalau dia berhadapan dengan orang cerdik.
Al-Baqilaniy رحمه  masuk dengan mempermalukan mereka. Dan dia tidak mengucapkan salam kepada mereka (karena larangan Rasul  untuk memulai salam kepada ahlul kitab). Kemudian Dia menoleh kepada pendeta yang paling besar dan berkata padanya, "Bagaimana keadaan kalian? Dan bagaimana keadaan keluarga serta anak-anak?"
Raja pun marah dan berkata, "Tidakkah kau tahu kalau pendeta-pendeta kami mereka tidak menikah dan tidak dikaruniai anak?!!"
"Allah Maha Besar!! Kalian sucikan pendeta-pendeta kalian dari menikah dan dikaruniai anak, kemudian kalian menuduh Tuhan kalian kalau Dia menikahi Maryam dan dikaruniai Isa?!" Kata Al-Baqilaniy رحمه 
 Sang raja pun semakin marah, kemudian berkata dengan sangat keras, "Lalu Apa Ucapanmu Pada Apa Yang Dilakukan Oleh Aisyah??!!!"
"Kalau Aisyah رضي  عنها telah tertuduh (dituduh berzina oleh kaum munafik) Maryam juga tertuduh (dituduh berzina oleh orang Yahudi). Dan keduanya itu bersih (dari tuduhan). Akan tetapi, Aisyah menikah dan tidak dikaruniai anak, sedangkan Maryam dikaruniai anak namun tidak menikah, maka mana dari keduanya yang lebih pantas untuk tertuduh dengan tuduhan bathil itu? Dan keduanya itu suci (terbebas dari tuduhan zina) رضي ﷲ عنهما "
Maka semakin bertambah gilalah sang raja.
"Apakah Nabi Kalian dahulu berperang?" Tanya sang raja.
"Ya" jawab Abu Bakr رحمه 
 "Apakah dahulu dia maju untuk berperang (terjun langsung)?"
"Ya"
"Apakah dia pernah menang?"
"Ya"
"Apakah dahulu dia pernah kalah?"
"Ya"
"Sungguh mengherankan! Ada seorang Nabi kok kalah (perang)"
"Apakah ada Tuhan yang disalib?"
Maka terbungkamlah orang yang kafir.
============


Sumber: Tarikh Baghdad karya Al-Khatib Al-Baghdadi, Jilid 5, Halaman 379, cetakan Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah | Alih bahasa: Syabab Anwarussunnah
© Infokom PD OPI Aceh

Betapa Agungnya Kalian Wahai Wanita

Oleh : Rozal Nawafil




Sebagian muslimah saat ini acapkali berkata bahwa “Susah jadi wanita”, dengan alasan :

  1. Wanita itu auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
  2. Wanita itu perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
  3. Wanita itu menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
  4. Wanita itu perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan anak.
  5. Wanita itu wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
  6. Talak terletak di tangan suami dan bukan isteri.
  7. Wanita itu kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid dan nifas yang tak Ada pada lelaki.

Namun, pernahkah kita melihat dari sudut pandang yang lain (kenyataannya).. ?

  1. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah engkau lelaki wajib taat kepada ibunya tiga kali lebih utama daripada kepada bapaknya..?
  2. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah harta itu  menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan, Ia perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri dan anak-anak.
  3. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan ditanyakan pertanggungjawabannya terhadap empat wanita :
    • Isterinya,
    • Ibunya,
    • Anak perempuannya
    • Saudara perempuannya.
  4. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki:
    • Suaminya,
    • Ayahnya,
    • Anak lelakinya
    • Saudara lelakinya.
  5. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yang mana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja:
    • Shalat 5 waktu
    • Puasa di bulan Ramadhan
    • Taat kepada suaminya
    • Menjaga kehormatannya.

Masya Allah.. ! Demikian Rahman dan Rahim-Nya Allah  pada wanita..!!
Kelemahan wanita itu sendiri adalah: “Wanita terkadang lupa betapa berharga dirinya”

Al Habib Ali Zaenal Abidin Al Hamid dalam tausiyahnya pernah menyampaikan:

" Suatu hari ada wanita muslimah datang ke Pasar Bani Qainuqa’ untuk suatu keperluan yang ia perlukan. Ia menghampiri salah satu pedagang Yahudi, kemudian melakukan transaksi jual beli dengannya. Namun orang Yahudi tadi ingin membuka niqab (cadar) yang dipakai muslimah tersebut, karena ingin melihat wajahnya. Muslimah itu berusaha mencegah apa yang akan dilakukan si Yahudi. Tanpa sepengetahuan wanita itu, datang lagi lelaki Yahudi dari sisi lainnya, lalu ia tarik ujung niqab (cadar) sehingga tampaklah wajah perempuan muslimah tersebut.

Wanita ini pun berteriak. Lalu datanglah seorang laki-laki muslim membelanya. Terjadilah perkelahian antara muslim dan Yahudi, dan terbunuhlah Yahudi yang mengganggu muslimah tadi.
Melihat hal itu, orang-orang Yahudi tidak tinggal diam. Mereka memukul laki-laki muslim tadi hingga ia pun terbunuh.

Ini adalah pelanggaran yang sangat besar. Mereka menganggu wanita muslimah, kemudian laki-laki Bani Qainuqa’ bersekutu membunuh laki-laki dari umat Islam.

Sampailah kabar peristiwa ini kepada Rasulullah ﷺ. Segera beliau mengumpulkan para sahabat dan mempersiapkan pasukan.

Lalu, orang-orang munafik dengan pasukan mereka Abdullah bin Ubai bin Salul, memainkan peranannya. Ia berusaha melobi Rasulullah ﷺ agar menghentikan niat mengepung Yahudi Bani Qainuqa’. Namun Rasulullah ﷺ tidak memperdulikan saran Abdullah bin Ubai.


Tidak menunggu waktu lama, pasukan pun mengepung perkampungan Bani Qainuqa’.

Ya, Rasulullah ﷺ memimpin pasukan untuk membela seorang wanita muslimah yang tersingkap auratnya, dan membela darah seorang muslim yang tertumpah.

Begitu besarnya arti kehormatan wanita muslimah dan harga darah seorang muslim di sisi Rasulullah ﷺ.

Beliau siap menanggung resiko, kehilangan nyawa para sahabatnya demi membela kehormatan muslimah.

Selain itu, Bani Qainuqa’ bukanlah orang-orang yang lemah, mereka memiliki persenjataan, pasukan, benteng, dan kemampuan pasukan yang kuat. Tapi tetap Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya menghadapi mereka demi seorang wanita muslimah.


Namun hari ini, kita lihat banyak wanita muslimah suka rela membukakan auratnya dan suka rela merendahkan kehormatan mereka sendiri. Bahkan lebih aneh lagi, mereka marah apabila ada orang yang menghalangi mereka membuka aurat. Kata mereka menghalangi kebebasan, melanggar hak asasi, dan menghambat kemajuan, wal ‘iyadzubillah.

Dari sini, kita mengetahui betapa agungnya kedudukan wanita dalam Islam. "

“When she is a daughter she opens a door of Jannah for her father, when she is a wife she completes half of Dien with her husband, when she is a mother Jannah lies under her feet. If everyone knew the true status of a muslim women. Even the men would want to be women.” 
"Ketika dia anak perempuan, dia menjadi pembuka pintu Syurga untuk ayahnya, saat ia menjadi istri ia menyempurnakan setengah dari agama suaminya, saat ia menjadi ibu Syurga ada di bawah telapak kakinya. Jika semua orang tahu status sesungguhnya seorang wanita Muslimah dalam Islam, pria pun pasti ingin menjadi wanita." 
(Syakh Akram Nadawi)

© Infokom PD OPI Aceh

Sabtu, 10 Februari 2018

Gelar Kehormatan

Oleh: @dedengjuheri
.

Orang yang gila hormat, biasanya tidak terhormat.  Orang yang rindu pujian, biasanya kurang terpuji.

Sementara orang shalih bila dipuji, ia bersyukur, merenung, bahkan menangis mengingat dosa dan aibnya. Merasa diri belum pantas dan hina dihadapan Allah Swt.

Apakah mesti seperti itu?
...
Adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit, atau yang kita kenal Imam Hanafi. Suatu hari ia berjumpa bocah kecil yang berjalan mengenakan sepatu kayu.

”Hati-hati Nak, dengan sepatu kayumu itu. Jangan sampai tergelincir."

Bocah itu tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

”Boleh saya tahu namamu, Tuan?” tanya sang bocah.

”Nu’man.”

”Jadi, Tuan yang selama ini terkenal dengan gelar Al-Imam Al-A‘dham (imam agung) itu?”

”Bukan aku yang menyematkan gelar itu. Masyarakatlah yang berprasangka baik dan menyematkan gelar itu padaku.”

"Wahai Imam," kata sang bocah, "hati-hati dengan gelarmu. Jangan sampai Tuan tergelincir ke neraka gara-gara dia."

"Sepatu kayuku ini," lanjut sang bocah, "mungkin hanya menggelincirkanku di dunia. Tapi gelarmu itu dapat menjerumuskanmu ke kubangan api yang kekal jika kesombongan dan keangkuhan menyertainya.”

Imam Hanafi menunduk, kelopak matanya terasa panas. Napasnya nemburu, tak kuat menahan haru. Hingga beliau tersungkur dalam tangis dan beraian air mata.

Betapa Imam Hanafi takut pada Allah, khawatir bila gelarnya menumbuhkan benih kesombongan. Yang pada akhirnya menyeretnya ke neraka. Naudzubillahi mindzalik.

Tapi apa yang terjadi hari ini?

Betapa banyak di antara kita yang suka menggelari dirinya dengan gelar yang hebat. Berbangga-bangga dengan sesuatu yang disandangnya. Mengaku sebagai trainer penebar virus motivasi, master memori, ahli hipnotis, motivator terlaris nasinal, dan sebagainya.

Ada yang mengaku sebagai pembicara sukses kelas benua, Trainer Terhebat Benua Asia, atau level internasional lainnya.

Ada pula yang mengaku sebagai Trainer Termuda Sedunia (TTS) yang memengaruhi jutaan manusia, padahal baru beberapa kali saja diundang jadi pembicara. Juga belum banyak berbuat untuk masyarakat.

Terkadang kita lebih suka dengan pujian, menggelari diri dengan titel hebat, keren dan wah. Mengundang decak kagum, riuh sanjungan, dan meriah tepuk tangan kekaguman.

Sungguh amat jauh sikap kita dari para ulama, mereka begitu santun, rendah hati, dan tak silau oleh kelebihannya sendiri. Tapi hari ini kita menemukan banyak orang bangga menyematkan gelar dibelakang nama, terbaik, termuda, terhebat, motivator kelas nasional, bahkan tingkat dunia. Astaghfirullahal'adzim.

Di antara takutnya para ulama, orang-orang shalih, dan para mulia terdahulu terhadap gelar yang tersemat pada namanya adalah surat ad-Dukhaan ayat 49.

ذُقْ إِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ
Rasakanlah; sesungguhnya engkau orang yang perkasa lagi mulia!” (QS Ad Dukhaan [44]:49)

Ayat ini tertuju untuk Abu Jahal. Gelar Maha Perkasa sengaja Allah sematkan pada dirinya kelak ketika disiksa di neraka. Bukan sebagai kehormatan, melainkan sebagai penghinaan. Sebab dulu ketika hidup di dunia ia menggelari dirinya dengan gelar yang mulia  ini, Azizul Karim atau Maha Perkasa.

Lantas bagaimana kalau masyarakat menggelari kita? Misalnya Si Dermawan, Penulis Brilian, Inspirator Peradaban, Tokoh Pembaharu, Penemu Listrik Angin dan sebagainya?

Semoga  baik  sangka ini membawa kebaikan, menundukan nafsu , dan menjadikan kita bertambah syukur. Insyaallah beda antara menggelari diri sendiri dan gelar yang disematkan oleh orang lain, masyarakat, atau lembaga pendidikan. Kuncinya, kembalikan pujian pada Allah yang Maha Terpuji.

Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan yang disadari dan tidak disadari. Ya Rabbi, ampuni dosa kami. Wallahu’alam.

Salam orang awam tak berilmu.


***

@dedengjuheri / Jauhar al-Zanki
Penulis
Buku Kupilih Engkau Karena Allah, Ketika Kebelet Nikah, dll.
Pengasuh acara Bincang Pra-Nikah di 100.2 FM Elshifa Radio




© Infokom PD OPI Aceh

Keberkahan Ludah Gadis Kecil



Suatu siang, Sayyid Abu Abdillah Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli singgah di sebuah desa. Ketika itu waktu dhuhur hampir habis, namun beliau tak menjumpai seorang pun yang dapat ia tanyai untuk mendapatkan air wudhu.

Akhirnya, setelah lama mencari kesana-kemari, Syaikh Sulaiman al-Jazuli mendapati sebuah sumur. Ia bergegas untuk mengambil air wudhu, akan tetapi beliau tak mendapati sesuatu pun yang dapat digunakan untuk mengambil air dari sumur tersebut. Tak ada timba yang tersedia disana. Sehingga ia pun berputar-putar di sekeliling tempat itu untuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menimba air.

Dalam keadaan bingung seperti itu, tiba-tiba dari tempat yang lebih tinggi seorang gadis kecil (Usianya kira-kira tujuh tahun) yang sedang memperhatikan beliau, berkata:

“Ya Syaikh, siapa anda? Dari tadi anda tampak kebingungan, berputar-putar di sekitar sumur ini?”, tanya anak kecil itu.

“Aku Muhammad bin Sulaiman. Aku mencari timba untuk mengambil air. Waktu dhuhur sudah sempit, sementara aku harus segera mengambil air wudhu guna melaksanakan shalat,” jelas Syaikh Sulaiman al-Jazuli.

“Engkaulah pria yang dipuji-puji dan disebut sebagai orang sholeh akan tetapi bingung bagaimana mengeluarkan air wudhu dari dalam sumur ini?”, tanyanya.

“Baiklah, tunggulah sebentar,” ujarnya kemudian.

Gadis kecil itu bergegas mendekat ke bibir sumur, lalu meniupnya sekali. (Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa gadis kecil itu meludahinya). Maka seketika itu air dari dalam sumur itu mengalir deras dan naik ke atas hingga menyerupai sungai sungai. Syaikh Sulaiman pun takjub, namun ia tak memiliki banyak waktu. Ia harus segera berwudhu untuk kemudian menunaikan shalat dhuhur yang waktunya sudah hampir habis. Padahal ia ingin tahu lebih banyak tentang anak itu, yang segera pulang ke rumah setelah melakukan hal yang membuat Syaikh Sulaiman terkagum-kagum.

Begitu selesai menunaikan shalat dhuhur, Syaikh Sulaiman bergegas mendatangi rumah gadis kecil itu.“Siapa itu?”, anak perempuan itu bertanya dari dalam rumah begitu terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu.

Maka Syekh berterus terang, “Wahai anak perempuan, demi Allah dan Kemahaagungan-Nya yang menciptakan kamu, saya mau tanya tentang suatu hal.”

“Aku angkat tangan padamu. Demi kemahaagungan Allah, aku mohon kamu bersedia menceritakan kepadaku dengan amal apakah engkau memperoleh kedudukan yang demikian tinggi?”, tanya Syaikh Sulaiman.

Gadis kecil itu terdiam, lalu menjawab:“Kalaulah tidak karena nama Allah yang engkau bersumpah dengan asma-Nya itu wahai Syaikh, tentulah aku tidak akan menceritakannya.

”Syaikh Sulaiman menatapnya penuh perhatian.

“Dengan memperbanyak membaca shalawat untuk orang yang apabila ia berjalan di padang belantara, binatang buas akan mengibas-ibaskan ekornya. (Memperbanyak bershalawat kepada Rasulullah Muhammad ),” katanya polos.

Setelah peristiwa itu Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Jazuli r.a menyusun sebuah kitab shalawat (Dalailul Khairat) di kota Fas, sebelum beliau pulang kembali ke desanya di tepi daerah Jazulah. Kitab ini di revisi kembali oleh beliau setelah beliau berkhalwat untuk beribadah selama 14 tahun, yaitu pada hari Jum’at, 6 Rabi’ul Awal 862 H, delapan tahun sebelum hari wafatnya, 16 Rabi’ul Awal 870 H.

Dikutip dari Buku Rahasia Shalawat Rasulullah SAW (M. Syukron Maksum & Ahmad Fathoni el-Kaysi) dan Buku Manusia Langit (Habib Novel bin Muhammad Al'Aydrus). Diedit kembali oleh Rozal Nawafil.


 Allahumma shalli wa salim wa barik 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi ajma'in

© Infokom PD OPI Aceh

Postingan Populer